♠ Posted by IMM Tarbiyah in Tafsir Quran at 21.57
Q.S AL-MA’UN
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
أَرَأَيْتَ
الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّين () فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ ()
وَلا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِين () فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّين ()
الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ () الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ ()
وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ ()
Artinya :
“Tahukah
kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak
yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang
lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya[1]. dan enggan (menolong dengan) barang berguna[2].”
A. KOSAKATA[3]
1. Yura’una يراءون (al-Ma’un/107: 6)
Yara’una merupakan kata kerja yang diambil dari ra’a-yara yang artinya melihat. Dari akar kata ini muncul pula term riya’,
yang makna aslinya merupakan istilah untuk menyebut orang yang
melakukan sesuaatu sambil melihat adakah manusia yang memperhatikannya,
sehingga bila tidak ada yang melihatnya ia tidak melakukan. Ia bersikap
demikian karena mengharap orang yang melihatnya akan memberikan pujian
padanya. Dengan
kata lain, orang yang bersikap riya’ adalah yang bila ia melakukan
sesuatu selalu berusaha atau berkeinginan agar dilihat atau diperhatikan
orang lain untuk mendapat pujian. Dari makna ini, kata riya’ atau
yara’una diartikan sebagai melakukan suatu pekerjaan bukan karena Allah
semata, tetapi juga mendapatkan pujian atau popularitas.
Riya’ adalah suatu sifat yang sangat abstrak. Keberadaannya sulit atau bahkan mustahil untuk dideteksi orang lain. Bahkan orang yang bersangkutan juga sering tidak menyadari akan keberadaan sifat ini pada dirinya. Lebih-lebih bila ia sedang asik disibukan
oleh kegiatan yang dilakukannya. Karena itulah, setiap orang dianjurkan
untuk memulai pekerjaan dengan membaca basmalah, yang manfaatnya antara
lain untuk menghindarkan diri dari sikap riya’ ini.
2. Al-Ma’un الماعون (al-Ma’un (107) :7)
Al-Ma’un berasal dari kata kerja a’ana-yu’inu,
yang artinya membantu dengan sesuatu yang jelas, baik dengan
menggunakan alat atau fasilitas sehingga memudahkan tercapainya sesuatu
yang diharapkan. Pendapat lain mengatakan bahwa term ini berasal dari
kata ma’unah yang berarti bantuan. Selain itu ada pula yang berpendapat bahwa istilah ini berasal dari kata al-ma’n, yang artinya sedikit.
Dalam
berbagai tafsir dijelaskan bahwa makna yang dituju dari kata ini
bermacam-macam. Ada yang menafsirknnya zakat, harta benda, alat-alat
rumah tangga, air, barang keperluan sehari-hari, dan lainnya. Bila
diperhatikan, semuanya menunjuk pada sesuatu yang sangat diperlukan
walau hanya sedikit. Dengan makna ini dapat dipahami betapa tercelanya
orang yang menghalangi orang lain untuk memberikan bantuan kepada yang
memerlukan, walau hanya sedikit.
B. MUNASABAH
Pada
akhir surah yang lalu (Q.S. Al-Quraisy) dijelaskan anugerah Allah
berupa kemakmuran dan keamanan karena berbakti kepada-Nya. Pada awal
ayat ini, Allah menjelaskan orang yang mengingkari ajaan-Nya.
C. TAFSIR
Dalam ayat satu, Allah menghadapkan pertanyaan kepada Nabi Muhammad, “Apakah engkau mengetahui orang yang mendustakan agama dan yang dimaksud dengan orang yang mendustakan agama?” Pertanyaan ini dijawab oleh ayat-ayat berikut.
Dalam ayat dua, Allah
lalu menjelaskan bahwa sebagian dari sifat-sifat orang yang mendustakan
agama ialah orang-orang yang menolak dan membentak anak-anak yatim yang
datang kepadanya untuk memohon belas-kasihnya demi kebutuhan hidupnya.
Penolakannya itu sebagai penghinaan dan takabur terhadap anak-anak yatim
itu.
Ayat tiga, Allah menegaskan lebih lanjut sifat pendusta itu, yaitu dia tidak mengajak orang lain untuk membantu dan memberi makan orang miskin. Bila tidak mau mengajak orang memberi
makan dan membantu orang miskin berarti ia tidak melakukannya sama
sekali. Berdasarkan keterangan di atas, bila seseorang tidak sanggup
membantu orang-orang miskin, maka hendaknya ia menganjurkan orang lain
agar melakukan usaha yang mulia itu.
Ayat empat dan lima,
Allah mengungkapkan satu ancaman yaitu celakalah orang-orang yang
mengerjakan salat dengan tubuh dan lidahnya, tidak sampai ke hatinya.
Dia lalai
dan tidak menyadari apa yang diucapkan lidahnya dan yang dikerjakan
oleh anggota tubuhnya, Ia rukuk dan sujud dalam keadaan lalai, ia
mengucapkan takbir tetapi tidak menyadari apa yang diucapkan. Semua itu
adalah hanya gerak biasa dan kata-kata hafalan semata-mata yang tidak
mempengaruhi apa-apa, tidak ubahnya seperti robot.
Perilaku
tersebut ditunjukan kepada orang-orang yang mendustakan agama, yaitu
orang munafik. Ancaman itu tidak ditunjukan kepada orang-orang muslim
yang awam, tidak mengerti bahasa Arab, dan tidak tahu tentang arti dari
apa yang dibacanya dalam salat salat tidak termasuk orang-orang yang
lalai seperti yang disebutkan dalam ayat ini.
Dalam ayat enam, Allah
selanjutnya menambah penjelasan tentang sifat orang pendusta agama,
yaitu mereka melakukan perbuatan-perbuatan lahir hanya semata karena
ria, tidak terkesan pada jiwanya untuk meresapi rahasia dan hikmahnya.
Ayat tujuh
Allah menambahkan lagi dalam ayat ini sifat pendusta itu, yaitu mereka
tidak mau memberikan barang-barang yang diperlukan oleh orang-orang yang
membutuhkannya, sedang barang itu tak pantas ditahan, seperti periuk,
kapuk, cangkul, dll.
Keadaan
seseorang yang membesarkan agama berbeda dengan keadaan orang yang
mendustakan agama, karena yang pertama tampak dalam tata hidupnya yang
jujur, adil, kasih sayang, pemurah dan lain-lain. Sedangkan sifat
pendusta agama ialah ria, curang, aniaya, takabur, kikir, memandang
rendah orang lain, tidak mementingkan yang lain kecuali dirinya sendiri,
bangga dengan harta dan kedudukaan, serta tidak mau mengeluarkan
sebagian dari hartanya, baik untuk keperluan perseorangan maupun untuk
masyarakat.
D. KESIMPULAN SURAT AL MA’UN
1) Orang
yang mendustakan agama adalah orang yang tidak menyayangi anak yatim
dan tidak mengajak orang lain untuk membantu orang-orang miskin.
2) Celakalah orang-orang yang salat dalam keadaan lalai, tidak menyadari gerak dan bacaan salat.
3) Termasuk
golongan yang celaka juga orang yang ria dalam mengerjakan amal
kebajikan dan orang-orang yang tidak mau meminjamkan atau memberikan
barang-barang yang tidak diperlukannya, tetapi orang lain sangat
memerlukannya.
Q.S AL-BAQARAH ayat 177
لَيْسَ
الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
وَالْمَلائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى
حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ
السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى
الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ
فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ
صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Artinya :
“Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta
yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan
mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
A. KOSA KATA :
Al-Birr
berbuat kebaikan sebesar-besarnya, berasal dari kata al-barr yaitu
“daratn yang luas”. Biasanya dinisbatkan kepada Allah (at-Tur/52 :28)
yang berarti pahala, jika dinisbatkan kepada hamba berarti ketaatan.
Kata Al-Birr biasanya dikaitkan dengan perbuatan, seperti pada surat
Al-Baqarah/2:189. Kata al-birr mencangkup bukan hanya perbutan tapi juga
i’tiqad, kewajiban dan nawafil. Ketika Rasulullah ditanya tentang
al-birr, maka beliau membacakan ayat ini. Di dalam Alquran kata al-birr
tidak ada yang digandengkan dengan al-walidain yang ada dengan
biwalidaih dan biwalidati (Maryam/19:14 dan 32). Dalam ayat ini, al-birr
disebutkan untuk membantah perkataan orang-orang Ahli Kitab yang
menganggap orang islam mendapat al-birr (kebaikan) selama mereka salat
menghadap kiblat ke Baitulmakdis. Ketika kiblat mereka dialihkan ke
Ka’bah Baitullah al-Haram di Makah, mereka mengejek orang mukmin dengan
mengatakan bahwa Muslimin telah kehilangan al-birr, menafikan al-birr,
dan menghadap arah kiblat hanyalah sarana jangan sampai orang menyibukan
diri dan memfokuskan perhatian hanya pada hal tersebut. Oleh sebab itu
Allah menggugurkan kewajiban menghadap kiblat bagi orang yang lkupa dan
salat sunnat ketika berada diatas kendaraan, Allah ingin mengingatkan
faktor yang lebih penting dari al-birr yaitu iman dan taqwa yang menjadi
tujuan syariat.
B. MUNASABAH
Semenjak
Allah memerintahkan berpindah kiblat dalam salat dari Baitulmakdis di
Palestina ke Ka’bah di Makah al-Mukaramah, terjadilah pertengkaran dan
dan perdebatan terus-menerus antara Ahlui Kitab an umat Islam.
Pertengkaran itu semakin sengit dan memuncak, sampai Ahli Kitab
mengatakan, bahwa orang yang salat dengan tidak menghadap ke
Baitulmakdis tidak termasuk pengikut para nabi. Sedang dari pihak orang
islam mengatakan pula, bahwa salat yang akan diterima Allah ialah dengan
menghadap ke Masjidilharam, kiblat Nabi Ibrahim a.s., sebagai bapak
dari seluruh nabi.
Ayat
ini menegaskan bahwa yang pokok bukanlah menghadapkan muka ke kiblat,
dan menghadapkan muka itu bukanlah suatuu kebajikan yang dimaksud dalam
agama. Sebab kiblat itu hanyalah merupakan suatu tanda dan merupakan
syiar untuk kesatuan umat guna mencapai maksud yang satu yaitu
mengabdikan diri kepada Allah. Dengan demikian, dapatlah umat
membiasakan diri menjaga persatuan dalam segala urusan dan perjuangan.
C. SABAB NUZUL
Menurut
riwayat ar-Rabi’ dan Qatadah, sebab turunnya ayat ini ialah bahwa orang
Yahudi beribadah menghadap ke arah barat, sedang orang Nasrani
menghadap ke Timur. Masing-masing golongan mengatakan bahwa golongannya
yang benar, oleh karena itu golongannya yang berbakti dan berbuat
kebajikan, sedangkan golongan ini salah dan tidak dianggap berbakti atau
berbuat kebajikan, maka turunlah ayat ini untuk membantah pendapat dan
persangkaan mereka.
Memang
ada pula riwayat lain mengenai sebab turunnya ayat ini yang tidak sama
dengan yang disebutkan diatas, tetapi bila kita perhatikan urutan
ayat-ayat sebelumnya, yaitu ayat 174,175 dan 176, maka yang paling
sesuai ialah bahwa ayat ini diturunkan mula-mula terhadap Ahli Kitab
(Yahudi dan Nasrani), karena pembicaraan masih berkisar di sekitar
mencerca dan membantah perbuatan dan tingkah laku mereka yang tidak baik
dan tidak wajar.
D. TAFSIR
Ayat
177 ini bukan saja ditunjukan kepada umat Yahudi dan Nasrani, tetapi
mencangkup juga semua umat yang menganut agam-agama yang diturunkan dari
langit, termasuk umat islam.
Pada
ayat 177 ini Allah menjelaskan kepada semua umat manusia, bahwa
kebajikan itu bukanlah sekedar menghadapkan muka kepada satu arah yang
tertentu, baik ke arah timur maupun ke barat, tetapi kebajikan yang
sebenarnya ialah beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, iman yang
bersemayam di lubuk hati yang dapat menentramkan jiwa, yang dapat
menunjukaan kebenaran dan mencegah diri dari segala macam dorongan hawa
nafsu dan kejahatan. Beriman kepada hari akhirat sebagai tujuan terahir
dari kehidupan dunia yang serba kurang dan fana. Beriman kepada malaikat
yang diantara tugasnya menjadi perantara dan pembawa wahyu dari Allah
kepada para nabi dan rasul. Beriman kepada semua kitab-kitab yang
diturunkan Allah, baik Taurat, Injil, maupun Al Qur’an dan lain-lainnya,
jangan ahli kitab yang hanya percaya pada sebagian kitab yang
diturunkan Allah, tetapi tidak percaya kepada sebagian lainnya, atau
percaya kepada sebagian ayat-ayat yang mereka sukai, tetapi tidak
percaya kepada ayat-ayat yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Beriman kepada semua nabi tanpa membedakan antara seorang nabi dengan
nabi yang lain.
Iman tersebut harus disertai dan ditandai dengan amal perbuatan yang nyata, sebagaimana yang diuraiakan dalam ayat ini, yaitu:
1.
a) Memberikan
harta yang dicintai kepada karib kerabat yang membutuhkannya. Anggota
keluarga yang mampu hendaklah lebih mengutamakan memberi nafkah kepada
keluarga yang lebih dekat.
b) Memberikan
bantuan harta kepada anak-anak yatim dan orang-orang yang tidak
berdaya. Mereka membutuhkan pertolongan dan bantuan untuk menyambung
hidup dan meneruskan pendidikannya. Sehingga mereka bisa hidup tentram
sebagai manusia yang bermanfaat dalam lingkungan masyarakat.
c) Memberikan
harta kepada musafir yang membutuhkan, sehingga mereka tidak terlantar
dalam perjalanan dan terhindar dari berbagai kesulitan.
d) Memberikan harta kepada orng yang terpaksa meminta-minta jkarena tidak ada jalan lain baginya untuk menutupi kebutuhannya.
e) Memberikan harta untuk menghapus perbudakan, sehingga ia dapat memperoeh kenmerdekaan dan kebebasan dirinya yang sudah hilang.
2. Mendirikan salat, artinya melaksanakan pada waktunya dengan khusyuk lengkap dengan rukun dan syarat-syaratnya.
3. Menunaikan
zakat kepada yang berhak menerimanya sebagaimana yang tersebut dalam
surah at-Taubah ayat 60. Di dalam Al Qur’an apabila disebutkan perintah
:”mendirikan salat”, selalu pula diiringi dengan perintah :”menunaikan
zakat”, karena antara salat dan zakat terjalin hubungan yang sangat erat
dalam melaksanakan ibadah dan kebajikan. Sebab salat pembersih jiwa dan
zakat pembersih harta. Mengeluarkan zakat bagi manusia memang sukar,
karena zakat suatu pengeluaran harta sendiri yang sangat disayangi. Oleh
karena itu apabila ada perintah salat selalu diiringi perintah zakat,
karen kebajikan itu tidak cukup dengan jiwa saja tetapi harus pula
disertai dengan harta. Oleh karena itulah, sesudah Nabi Muhammad SAW
wafat, para sahabat sepakat tentang wajib memerangi orang yang tidak mau
menunaikan zakat hartanya.
4. Menepati
janji bagi mereka yang telah mengadakan perjanjian. Segala macam janji
yang telah dijanjikan wajib ditepati, baik janji kepada Allah seperti
sumpah dan nazar dsb. Maupun janji kepada manusia, kecuali janji yang
bertentangan dengan hukum Allah (syariat islam) seperti janji berbuat
maksiat, maka tidak boleh (haram) dilakukan.
Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah SAW:
اية المنافق ثلاث : اذحد حذ ث كذ ب واذ وادا و عد اخلف واذااؤتمن خان
(رواه مسلم عن ابي هر ير ة )
“Tanda
munafik ada tiga : yaitu apabila berkata, maka ia selalu
berbohong.Apabila berjanji, maka ia selalu tidak menepati janjinya,
apabila ia dipercayai, mka ia selalu berkhianat.” (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah r.a.)
5.
Sabar dalam arti tabah, menahan diri dan berjuang dalam mengatasi
kesempitan, yakni kesulitan hidup seperti krisis ekonomi, penderitaan,
seperti penyakit atau cobaan dan dalam peperangan yaitu ketika perang
sedang berkecamuk.
Mereka
itulah orang-orang yang benar dalam arti sesuai dengan sikap, ucapan
dan perbuatannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.
E. KESIMPULAN Q.S AL-BAQARAH ayat 177
· Kebajikan
bukanlah menghadap ke timur atau barat, kebajikan adalah iman yang
benar kepada Allah, hari ahir, malaikat, kitab-kitab Allah dan para
nabi.
· Kebajikan
seseorang dibuktikan dengann kesediaan memberikan sebagian hartanya
kepada orang-orang yang memerlukan, terutama kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang dalam perjalanan,
orang-orang yang meminta-minta dan memerdekakan hamba sahaya, serta taat
menjalankan ibadah.
· Kebajikan seseorang juga ditandai dengan tepat memenuhi janji, serta senantiasa bersikap sabar dalam segala keadaan.
HADITS
Dalam
hidup bermasyarakat, kita tidak akan bisa hidup sendiri. Hal ini sesuai
dengan fitrah manusia sebagai mahluk sosial. Adapun dalam keseharian,
ketika kita berhubungan dengan mereka hendaklah sesuai dengan adab, baik
yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan norma yang berlaku
dalam kelompok masyarakat tersebut. Adapun adab terhadap tetangga adalah
sebagai berikut :
1. Tidak
menyakiti tetangga, baik dengan perkataan maupun perbuatan merupakan
sikap terpuji dalam pergaulan kita dengan mereka. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah SAW,
من كان يؤ من باالله واليو م الا خر فليكر م جا ره
"Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia
menghormati tetangganya”. (Muttafaq’alaih : [al-Bukhari:6019,Muslim:47])
2. Berbuat
baik kepada tetangga, yaitu menolongnya jika ia minta pertolongan,
membantunya jika ia minta bantuan, menjenguknya jika ia sakit,
mengucapkan selamat jika ia mendapat kesenangan, menghiburnya jika ia
mendapat musibah, membantunya jika ia memerlukan, mendahuluinya dengan
sapaan dan salam, berbicara dengan lembut kepadanya dan kepada anaknya,
menunjukannya kepada hal-hal yang menganding kemaslahatan agama dan
urusan dunianya, menjaga perasaannya, memaafkan kekhilafannya, tidak
melihat aibnya, tidak menyempitkannya dengan bangunan atau jalanan,
tidakmenyakitinya dengan menimpakan talang air padanya atau melemparkan
kotoran atau sampah di depan rumahnya. Semua ini merupakn perbuatan baik
terhadap tetangga yang telah diperintahkan Allah, yang tercangkup dalam
Firmannya, Q.S. An Nisa ayat 36.
“tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh”
3. Menghormatinya dengan memberikan pemberian kepadanya, berdasarkan sabda Rasulullah SAW,
يا ابا ذر اذا طبخت مر قة فا كشر ما ء ها و تعا هد جيرانك
"Hai Abu Dzar, bila engkau memasak masakan berkuah, perbanyaklah kuahnya dan berikanlah (bagian) kepada para tetanggamu.” (HR. al-Bukhari, [Muslim:2625])
4. Memuliakan
dan menghargainya. Hal ini bisa dilihat dari sabda Rasulullah, “Barang
siapa yang memiiki tetangga dalam satu dinding pembatas atau dinding
bersama, hendaklah tidak menjualnya sehingga menawarkan kepadanya.” (HR.
al-Hakim [2/64] dan disahihkannya)
KESIMPULAN :
Seorang
muslim bisa mengetahui dirinya, apakah telah berbuat baik atau buruk
terhadap tetangganya, berdasarkan sabda Rasulullah SAW saat beliau
ditanya tentang,
اذا سمعتم يقو لو ن قد احسنت فقد احسنت واذا سمعتم يقو لو ن قد ا سات فقد اسات
“jika
kalian mendengar mereka (para tetangga) mengatakan bahwa engkau telah
berbuat baik, maka engkau memang telah berbuat baik. Dan jika engkau
mendengar mereka mengatakan bahwa engkau telah berbuat buruk maka engkau
memang telah berbuat buruk.” (HR. A hmad [3798] dengan sanad jayyid)
a. Jika
seorang muslim mendapat cobaan yang berupa perupa perlakuan buruk ke
tetangganya, maka hendaklah ia bersabar, karena kesabarannya akan
melepaskan dirinya dari itu.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Alquran Dan Terjemahnya Juz 28-29-30, Jilid 10, Lembaga percetakan Alquran, 2009
Departemen Agama RI, Alquran Dan Terjemahnya Juz 1-2-3, Jilid 10, Lembaga percetakan Alquran, 2009
Jabir al-Jaza’iri, Abu Bakar. Minhajul Muslim. Jakarta: Darul Haq. 2006
[1] Riya
adalah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan
Allah, akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran dari
masyarakat.
[2] Sebagian mufassirin mengartikan : enggan membayarkan zakat.
[3] Al Qur’an dan tafsirnya juz 28-29-30. Jilid10. Departemen Agama RI. Lembaga Percetakan Al Qur’an. 2009. hal.787-789
[4] [4] Al Qur’an dan tafsirnya juz 1-2-3. Jilid10. Departemen Agama RI. Lembaga Percetakan Al Qur’an. 2009. hal.301-303.