♠ Posted by IMM Tarbiyah in Filsafat at 21.56
Abu Yusuf Yakub ibn Ishaq ibn al-Shabbah ibn Imran ibn Muhammad ibn al-Asy’as ibn Qais al-Kindi, atau lebih popular dengan sebutan Al-Kindi merupakan salah satu filusuf islam di dunia Islam Timur. Al-Kindi lahir di Kufah sekitar 185 H (801 M). Kakek buyutnya, al-Asy’as ibn Qais
adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang gugur bersama Sa’ad
bin Abi Waqqas dalam peperangan kaum Muslimin dengan Persia di Irak. Ishaq Ibnu al-Sabbah, ayahnya yang menjabat sebagai gubernur Kuffah pada masa pemerintahan Al-Mahdi (775-785 M) dan Al-Rasyid
(786-809 M). Ayahnya wafat ketika al-Kindi masih kanak-kanak, namun ia
masih memperoleh kesempatan untuk menuntut ilmu di Bashrah dan Baghdad
dimana ia dapat bergaul dengan ahli pikir terkenal. Al Kindi hidup pada
masa pemerintahan Daulah Abbasiyah, suatu masa kejayaan Dinasti Abasiyah
dan berkembangnya intelektual, khususnya faham Mu’tazilah.
Melalui
lembaga Bait Al Hikmah masa khalifah Al Ma’mun, Al Kindi terkenal
jasanya dalam gerakan penerjemahan dan seorang pelopor yang
memperkenalkan tulisn-tulisan Yunani, Suriah dan India kepada dunia
Islam. Adapun salah satu pemikiran filsafatnya yaitu Metafisika Adapun arti menurut kata, Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan problem yang sangat mendasar daripada benda atau realitas yang berada di belakang pengalaman yang langsung secara kompherensif (luas).
Mengenai Tuhan menurut Al-Kindi[1],
Tuhan ialah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain.
Wujudnya tidak berakhir, sedangkan wujud lain disebabkan wujud-Nya.
Tuhan Maha Esa yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada zat lain yang
menyamai-Nya dalam segala aspek. Dia tidak dilahirkan dan tidak juga
melahirkan.
Pemikiran
Al-Kindi mengenai Tuhan ini sesuai dengan Q.S Al Ikhlas yang
menyebutkan bahwa Allah itu Maha Esa. Allah adalah Tuhan tempat meminta.
Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakan dan tidak ada sesuatu
pun yang setara dengan Dia. Bgaimanapun juga, Al Qur’an adalah kitab
suci yang benar-benar dari Tuhan yang diturunkan melalui malaikatnya
kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat. Adapun dengan
Nabi Muhammad SAW sendiri merupakan sosok manusia yang dipercaya orang
yang jujur, sampai masyarakat yang hidup pada masanya memeberi Muhammad
gelar Al Amin. Jadi tidak perlu lagi ada keraguan mengenai isi dari
ajaran Al Qur’an.
Mengenai kosmologi[2],
Al-Kindi berpendapat bahwa alam ini dijadikan Tuhan dari tiada
(creation ex nihilo). Allah tidak hanya menjadikan alam, tetapi juga
mengendalikan dan mengaturnya, serta menjadikan sebagiannya menjadi
sebab bagi yang lain. Lebih lanjut Al-Kindi berpendapat bahwa, alam ini
terdiri dari dua bagian, yakni alam yang terletak dibawaah falak bulan
dan alam yang merentang tinggi sejak dari falak bulan hingga ujung alam.
Jenis alam yang pertama terjadi dari empat unsur yaitu: api, udara dan
tanah. Keempat unsur itu berkualitas dingin, panas, kering dan basah
yang merupakan perlambang dari perubahan, pertumbhan dan kemusnahan.
Sedangkan pada jenis alam kedua tidak dijumpai keempat unsur yang
dimaksud, karena itu tidak mengalami perubahan dan kemusnahan, dengan
kata lain alam kedua tersebut abadi sifatnya.
Jika
kita melihat sejarah terciptanya manusia yang disebutkan dalam Al
Qur’an, dimana Allah menciptakan manusia pertama bernama Adam yang
kemudian disusul manusia kedua yaitu Hawa. Melihat perdebatan antara
Tuhan dan syetan yang pada waktu itu setan membangkang untuk sujud
kepada Adam, karena merasa lebih mulia kedudukannya. Syetan diciptakan
dari api sedangkan Adam dari tanah, menjadikan awal permusuhan antara
manusia dengan setan. Melalui pemberitahuan bahwa Allah akan menciptakan
manusia untuk mengelola bumi, malaikat mengingatkan bahwa manusia hanya
akan merusak bumi. Namun Allah lebih bijak dengan menjawab, “Aku lebih
tahu”. Ini membuka pikiran kita bahwa sejak awal alam itu sudah
diciptakan Allah yang disediakan seutuhnya untuk manusia. Dalam ayat-Nya
disebutkan pula bahwa Manusialah yang menjadi khalifah di Bumi. Meski
Allah tahu kalau manusia akan merusak bumi sebagaimana kekhawatiran para
malaikat. Dan semua itu terbukti hingga saat ini.
Menurut
Al-Kindi, jenis alam yang pertama terjadi dari empat unsur yaitu: api,
udara dan tanah. Keempat unsur itu berkualitas dingin, panas, kering dan
basah yang merupakan perlambang dari perubahan, pertumbhan dan
kemusnahan. Sedangkan pada jenis alam kedua tidak dijumpai keempat unsur
yang dimaksud, karena itu tidak mengalami perubahan dan kemusnahan,
dengan kata lain alam kedua tersebut abadi sifatnya. Ini berkaitan erat
dengan berita gaib yang disebutkan dalam Al Qur’an yaitu adanya alam
akherat. Dimana kehidupan di dunia ini hanyalah sementara, sedangkan ke
depan akan ada kehidupan kekal yang terdiri dari dua pilihan, yaitu
kehidupan kekal yang membahagiakan (surga) atau kehidupan kekal yang
menyengsarakan (neraka). Adapun dalam ajaran agama sudah ditetapkan
bagaimana kita menuju kehidupan yang abadi dan membahagiakan juga jalan
menuju kehidupan yang menyengsarakan. Semua bergantung pada manusia itu
sendiri, apakah dia akan memilih surga atau neraka.
Bumi
merupakan pusat alam. Sedangkan falak-falak atau benda langit menurut
Al-Kindi adalah mahluk hidup, memiliki indra penglihatan dan pendengaran
sebagai indra yang diperlukan untuk dapat berpikir dan membedakan.
Falak-falak tersebut merupakan sebab terdekat bagi planet bumi.
Disebabkan gerak lingkaran yang kontinu ke sisi-sisi tertentu, maka
timbulah berbagai kegiatan, kehidupan dan makhluk di permukaan bumi ini,
seperti : tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia[3].
Jika
bumi sebagai pusat tata surya, teori ini terbantahkan dengan teori
Galileo yang menyatakan bahwa Matahari lah sebagai pusat tata surya.
Meski demikian, berbagai penelitian yang dilakukan para ilmuan menemukan
kejadian luar biasa. Alat-alat canggih produk pengetahuan menemukan
gugusan baru diluar tata surya kita yang kemungkinan bepenghuni. Bukan
hanya itu, planet-planet mirip bumi pada gugusan itu menjadikan gagasan
baru, mungkinkah setelah bumi ini rusak dan padat oleh manusia, kita
bisa berpindah kesana? Mungkinkah ada wisata antar planet? Atau disana
sudah ada penghuni tetap yang memungkinkan kita bisa bertukar teknologi,
bekerja sama dengan mereka. Tidak menutup kemungkinan jika di bumi ini
ada Nabi-Nabi sebagai utusan Tuhan, di planet yang baru itu ada Nabi
yang diutus untuk kaum disana. Secara tidak langsung, kompetisi untuk
mendapatkan kehidupan kekal yang lebih baik itu bukan sekedar dengan
manusia-manusia yang ada di Bumi ini saja tetapi di planet mirip bumi di
gugusan-gugusan bintang lain. Wallahu ‘alam.