♠ Posted by IMM Tarbiyah in kurikulum at 21.42
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunaani, Paedagogy
yang mengandung makna, seorang anak yang pergi dan pulang sekolah
diantar seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput
dinamakan Paedagogos. Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual. ( Noeng Muhadjir, 2000: 20-21)
Banyak
pendapat yang berlainan tentang pendidikan. Walaupun demikian,
pendidikan berjalan terus tanpa menunggu keseragaman arti. Salah satu
diantaranya mengatakan bahwa pendidikan adalah hasil peradaban suatu
bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa yang
berfungsi sebagai filsafat pendidikannya; suatu cita0cita atau tujuan
yang menjadi motif ; cara suatu bangsa berpikir dan berkelakuan, yang
dilangsungkan turun temurun dari generasi ke generasi (Siti Meichati,
1975 : 5)
Setiap
bangsa tentu akan menyatakan tujuan pendidikannya sesuai dengan
nilai-nilai kehidupan yang sedang diperjuangkan untuk kemajuan
bangsanya. Walaupun setiap bangsa memiliki tujuan hidup berbeda, namun
secara garis besar ada beberapa kesamaan dalam berbagai aspeknya.
Dalam
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum
mengenai pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Suatu
tujuan pendidikan akan tercapai apabila disertai dengan strategi yang
sistematis dimana salah satu elemen didalamnya adalah kurikulum.
Kurikulum dalam penyusunannya tentu mengacu pada satu atau
beberapa teori kurikulum. Kemudian teori kurikulum dijabarkan
berdasarkan teori pendidikan tertentu. Sehingga keterkaitan ini tidak
bisa dilepas, karena memang satu integritas yang sistematis.
Sejak
tahun 1947 dunia pendidikan di Indonesia mengalami beberapa perubahan
dalam merancang format pendidikan yaitu dalam setiap periode tertentu
mengalami perubahan kurikulum, dimana perubahan tersebut bertujuan untuk
memperbaiki kualitas pendidikan di Indonbesia, perubahan kurikulum
tersebut ialah sebagai berikut:
1) RENCANA PELAJARAN 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular daripada curriculum (bahasa
Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari
orientasi pendidikan Belanda kekepentingan nasional. Asas pendidikan
ditetapkan Pancasila.
Rencana
Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah
kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum
1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam
pengajarannya,dan
garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi
pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran
bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan
kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani
.
2) RENCANA PELAJARAN TERURAI 1952
Kurikulum
ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran
Terurai 1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru
mengajar satu mata pelajaran, Di penghujung era Presiden
Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya
pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
(Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok
bidang studi: Moral, Kecerdasan, Emosional/Artistik, Keprigelan
(Keterampilan) dan Jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
3) KURIKULUM 1968
Kelahiran
Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang
dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia
Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi
materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Hanya memuat mata pelajaran
pokok-pokok saja, Muatan materi pelajaran bersifat
teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di
setiap jenjang pendidikan.
4) KURIKULUM 1975
Kurikulum
1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.
Yang melatar belakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen,
yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sekarang
dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: Petunjuk Umum, Tujuan
Instruksional Khusus (TIK), Materi Pelajaran, Alat Pelajaran, Kegiatan
Belajar-Mengajar, dan Evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dituntut menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
5) KURIKULUM 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach.
Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang disempurnakan.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL).
Tokoh
penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R.
Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga
Rektor IKIP Jakarta yang
sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang
elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang
diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan
secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa
berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak
lagi mengajar model berceramah.
6) KURIKULUM 1994 dan SUPLEMEN KURIKULUM 1999
Kurikulum
1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya. Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan
Kurikulum 1984 antara pendekatan proses.
Perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kurikulum ini mendapat kritik karena
beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga
lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah
masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan
lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga
mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Sehingga kurikulum
1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto
pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya
lebih pada menambal sejumlah materi.
7) KURIKULUM 2004
Kurikulum 2004 atau lebih dikenal dengan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul
bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian
akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila
target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak
pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar
pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK, hasilnya kurang
memuaskan. Guru-guru pun takng paham betul apa sebenarnya kompetensi
yang diinginkan pembuat kurikulum. (sumber: depdiknas.go.id). Secara yuridis, Kurikulum 2004 sebenarnya belum pernah disyahkan sebagai Kurikulum oleh Menteri Pendidikan Nasional.
8) KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP. Meski KTSP
masih tersendat. Hal ini ditandai dengan diluncurkunnya Permendiknas RI
Nomor 22 tentang Standar Isi, Permendiknas RI Nomor 23 Tentang Standar
Kompetensi Lulusan dan Pemendiknas RI Nomor 24 Tentang Pelaksanaan Kedua
Permen dan disempurnakan dengan Permendiknas RI Nomor 6 Tahun 2007.
Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran
oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan
Kurikulum 2004.
Perbedaan
yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa
serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan Kompetensi Dasar (KD),
standar kompetensi lulusan (SKL) setiap mata pelajaran untuk setiap
satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional
melalui Permendiknas di atas. Jadi
pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem
penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
Berbagai
kelebihan juga kekurangan ada pada setiap kurikulum. Pada dasarnya dari
semua kurikulum yang pernah diterapkan dalam dunia pendidikan
Indonesia, merupakan wujud keinginan bangsa untuk mempersiapkan generasi
muda lebih intelek dimasa mendatang. Adanya perubahan berarti masih ada
keinginan untuk menjadi lebih baik.
Kurikulum
berbasis pesantren seakan menjadikan tawaran alternative dunia
pendidikan, bahkan home school pun menjadi trend di kalangan menengah ke
atas. Terutama bagi warga yang bermukim di kota. Pertanyaannya, adakah
kurikulum pendidikan yang ideal antara ketiganya. Apakah memadukan
ketiganya menjadi hal penting untuk mencetak peserta didik yang cerdas
dan berakhlakul karimah ?