Nurid yang Inisiatif

♠ Posted by IMM Tarbiyah in at 07.15
  1. Qs. Al-Baqarah: 282
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Dari ayat diatas dapat di kerangkakan sebagai berikut, bahwa:
  • Berhutang dalam muamalah dibenarkan oleh syara’
  • Utang piutang haruslah ditulis
  • Pengajaran Allah bagaimana cara menulis hutang
  • Diperlukan saksi ketika menulis hutang
  • Larangan berbuatcurang dalam penulisan
  • Perintah menulis hutang menjadi gugur ketika transaksi dilakukan dengan tunai.

Jika ayat di atas dikaitkan dengan pendidikan, kuncinya ada pada kata “menulis”. Sebuah pendidikan yang di dalamnya terdapat pembelajaran, tidaklah lepas dari kegiatan “menulis”. Sebuah ilmu itu perlu ditulis, jika hanya diperdengarkan saja ataupun disimpan dalam memori otak manusia hasilnya akan kurang relevan, karena manusia tempat salah dan lupa.

  1. Hadis Ibnu Abbas tentang keinginan Nabi untuk mendikte sesuatu.

Dari Ibnu Abbas dia berkata, ketika Nabi sakit dan panasnya memuncak, beliau bersabda, “ ambilkan untukku buku (kertas), yang dengannya aku bias menuliskan sesuatu untuk kalian, (yang dengan tulisan itu) kamu sekalian tidak akan tersesat setelahku”. (ketika itu) Umar berkata, “sesungguhnya Nabi sedang sakit keras, padahal ditangan kita ada alquran. Itu sudah cukup buat kita semua!” para sahabatpun berselisih pendapat, dan akhirnya suasanapun menjadi gaduh. Nabi lalu bersabda, “menyingkirlah kalian dari sisiku, tidak selayaknya kalian berselisih disampingku!” kemudian iibnu Abbas keluar  berkata, “musibah, setiap musibah akan terhalang antara Rasulullah dengan kitabnya”[1].

Dari hadis di atas, mengenai kegaduhan yang terjadi diakibatkan adanya perselisihan antar sahabat. Sikap Umar yang seperti itu sebenarnya tidak salah, kiranya ia memperkirakan apa yang diminta oleh Nabi adalah permintaan di bawah sadar. Akan tetapi jika diperhatikan dari sabda Nabi, sebagai reaksi dari tingkah laku sahabat disekelilingnya sepertinya sabda yang penuh kesadaran. Bukankah Nabi juga pernah menyatakan, tidak akan keluar dari lisan Nabi sesuatu, kecuali yang hak.
Keinginan Nabi di ats tidak dapat tersampaikan sebagai akibat tidak ditulis. Hal ini bisa diartikan umat telah kehilangan ilmu sebagai akibat tidak menulis.

Hadis ini menurut penulis memperkuat ayat al-Baqarah: 282, bahwa menulis itu sangatlah penting. Dengan tidak dituliskannya sesuatu akan membawa kerugian bagi kita semua.

Begitu pula dalam hal pendidikan, sebagaimana yang telah penulis kemukakan di atas bahwa suatu ilmu yang tidak ditulis, jika kita ingin mengeksplor ilmu itu terkadang kurang relevan dengan ilmu yang telah kita dapat.

  1. Hadis Abu Hurairah tentang apa yang dilakukan oleh Abdullah bin Amer bin al-Ash.

Dari Wahab bin Munabbih dari saudaranya, dia berkata, aku pernah mendengar Abu Hurairah berkata, “tidak seorang sahabat pun yang lebih banyak dariku, kecuali Abdullah bin Amer, karena dia menulis hadis, sedangkan saya tidak menulisnya[2].

Meskipun pada kenyataan dilapangan, hadis Abu Hurairah lebih banyak ketimbang hadis Abdullah bin Amer, Abdullah mempunyai nilai lebih ketimbang sahabat lainnya tak terkecuali Abu Hurairah. Karena inisiatifnya, sahabat yang satu ini menulis hadis semenjak Nabi masih hidup, sedangkan sahabat yang lainnya tidak menulis.

  1. Kesimpulan.
Dari penjelasan di atas, selalu bahasannya mengenai menulis. Ayat alquran maupun hadis-hadis di atas, penulis sesuaikan dengan silabus yang didapat, sehingga penulis menyimpulkan bahwa murid yang cerdik itu merupakan murid yang rajin mencatat, akan tetapi mencatatnya merupakan inisiatif sendiri. Mengenai apa itu cerdik, ataupun apa itu inisiatif bisa kita diskusikan bersama.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Dailamy SP. 2006. Pendidikan dalam Perspektif Al-quran dan Hadis. Purwokerto: Stain Press


[1] Muhammad Dailamy SP, Pendidikan dalam Perspektif Al-quran dan Hadis (Purwokerto: Stain Press, 2006) hal. 159-160
[2] Muhammad Dailamy SP, Pendidikan dalam Perspektif Al-quran dan Hadis (Purwokerto: Stain Press, 2006) hal. 165