MENYINGKAP MAKNA TEMBANG DOLANAN SLUKU-SLUKU BATHOK

♠ Posted by IMM Tarbiyah in at 06.21


           
            Dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya manusia berada pada posisi sentral dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya. Dalam kepercayaan Islam  manusia sebagai khalifatullah fil ardi ( pemimpin di bumi) yang berarti mempunyai tugas utama mengembangkan dan menyiarkan agama Tuhan. Di sinilah keberadaannya mempunyai peranan penting untuk menembus celah-celah karakteristik masyarakat yang berbudaya, dalam hal ini selalu bermuara pada sisi agama Islam.
            Tokoh-tokoh Islam sudah jauh sebelumnya mempunyai konsep dan cara bagaimana kondisi masyarakat tersebut mampu menerjemahkan nilai-nilai suci dalam konsep spiritualnya. Kehadiran wali-wali Allah seperti walisanga telah mampu menerobos masyarakat melalui strategi budaya yang begitu bijak dan sosiologis, hingga masyarakat Jawa khususnya boleh berislam semampunya. Karena bagaimanapun wali-wali tersebut lebih mengutamakan perlunya menanamkan iman amaliyah  daripada menanam kemurnian ajaran yang sulit diterjemahkan.

            Di antara wali sanga, Sunan Kalijaga yang dianggap mempunyai kualitas, mampu mentransfer ajaran agama yang kemudian diinternalisasikan ke dalam tradisi masyarakat Jawa. Oleh masyarakat Jawa dianggap sebagai “Guru suci Wong Tanah Jawi”. Dengan kearifan, pandangan hidup serta falsafahnya bisa diterima oleh masyarakat Jawa.
            Beberapa cuplikan syair tembang-tembang dolanan yang seringkali dinyanyikan anak-anak ketika sedang bermain (terutama di pedesaan) ternyata bukan sekedar dolanan belaka melainkan benar-benar meerupakan ajaran serius untuk menuju tahapan nilai spiritual tertinggi dalam ajaran agama. Dulu ketika saya ngaji di mushalla, saya diberi nasehat bahwa tembang dolanan Sluku-sluku bathok sebenarnya merupakan syair dari bahasa Arab yang mempunyai pesan tentang ilmu tasawuf. Oleh orang-orang Jawa mendengarkannya agar berbeda dengan yang sebenarnya. Pendengaran orang-orang Jawa terhadap syair-syair sluku-sluku bathok seperti yang ada sekarang ini. Syair aslinya adalah sebagai berikut :


                                                                                                                                                غسل غسل بطنك
Kumbahen utawi resikono bathinmu/atimu
بطنك لااله الاالله
Bathinmu nganggo kalimat toyyibah : Laa ilaha illa Allah
سر ما يسلك
Lumakuwo liwat kreteg (jembatan penghubung) salaka.
لااله الاالله حي وموت
Maca laailaha illa Allah, wiwit isih urip nganti tumekaning pati (sakaratul maut)
من ذلك مرقبة

Siapa yang selalu mengawasi manusia


حي وموت ان لله
Urip lan mati satemene saka Allah Swt.
محبة مخرجه توبة
Mahabbah kuwi tumimbule saka patrap nyuwun pangapura  (taubat) marang Allah.
1.  يعرف ان خلقنا الانسان من ماء ذا فق
Mangertio satuhune Allah SWT nyipta manungsa iku saka banyu sing ambune kaya badeg (seperma).


Menurut pendengaran orang Jawa kalimat-kalimat dalam bahasa Arab tersebut merasa asing sehinngga dalam pengucapannya pun ahirnya berbeda dengan aslinya, menjadi :
Sluku-sluku bathok
Bathoke ela elo
Sirama menyang solo
Leh olehe payung muntho
Pak jentit lololobah
Wong mati ora obah

Yen obah medeni bocah

Yen urip goleko duwit  

Dalam cuplikan ini dapat kita petik sebuah makna yang terkandung di dalamnya : Pertama : sluku-sluku bathok. Kata sluku berasal dari bahasa Arab “salaka”(fi’il madhi) kemudian menjadi ‘usluk’ (fi;il amar) yang artinya carilah jalan. Kata ‘bathok’ bukan dalam pengertian bathok kelapa atau bathok kepala, tetapi mengandung maksud batin /rohani manusia. Adapun pengertian selama ini khususnya dalam tradisi orang Jawa, kata sluku-sluku merupakan gerak gerik dengan posisi kaki lurus. Ini mengisyaratkan bahwa dalam perilaku kehidupan manusia seharusnya ia selalu mencari dan mengharapkan petunjuk jalan yang lurus yang diridhoi Allah SWT. Kedua , ‘Bathoke ela elo’. Ela elo diambil dari kata laa ilaaha illallah, sehingga mengandung pengertian “dalam mencari petunjuk jalan yang lurus dan diridhoi Allah tersebut  harus dengan meng Esa kan dan menyatukan diri dengan Allah. Ketiga,Sirama menyang Solo’. Kata ‘Solo’ diartikan dari kata mushalla / tempat shalat orang Islam. Dengan demikian, sebagai tindak lanjut dari tuturan kata sebelumnya yakni dalam mencari petunjuk jalan yang lurus dan diridhoi Allah harus dengan meng Esa kan dan menyatukan diri dengan Allah caranya yaitu dengan menunaikan kewajiban shalat, utamanya shalat lima waktu sehari semalam. Kewajiban shalat merupakan kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan walau dalam keadaan apapun. Apabila ada udzur/halangan, Allah pun sudah memberikan alternatif dan rukhsuhnya. Ke empat, ‘Leh-olehe payung muntho’ maksudnya, semua upaya yang telah dilakukan manusia dalam mencari petunjuk jalan yang lurus dengan tindakan meng Esa kan Allah dan menjalankan kewajiban shalat maka akan mendapatkan oleh-oleh yang berupa pahala yang melindungi dan mengayomi dari siksaan neraka. Pahala/ganjaran diibaratkan seperti payung yang dapat melindungi kita dari terik matahari dan dinginnya hujan. Kelima,pak jentit lololobah’ maksudnya, ketika manusia sedang melaksanakan ritual/ibadah shalat dan tawajjuh menghadap Tuhan, haruslah dilakukan dengan penuh konsentrasi tanpa dipengaruhi pikiran-pikiran lain, selain rasa penuh harap keridhoan-NYA. Dalam istilah jawa, madep mantep, ngeningke cipto, mandeng pucuking grono nutupi baban howo songo. Ke enam, ‘Wong mati ora obah’. Ini adalah untuk menegaskan pin ke lima, ketika kita melakukan ibadah shalat kita harus khusyu batinnya, kondisi batin/hati kita bagaikan orang yang meninggal dunia, tanpa gerak gerik sedikitpun. Ke tujuh, ‘Yen obah medeni bocah’ maksudnya, kalau sedang melakukan ibadah shalat, banyak melakukan gerak-gerik, pikirannya melayang-layang ke sana kemari, konsentrasinya buyar tidak tertuju kepada Allah, maka ibadahnya akan menjadi rusak dan tidak akan mendapatkan pahala. Sebagaimana diuraikan dalam tafsir al Qur’an, ketika kita selalu mengingat Allah, syaitan akan lari, tetapi ketika kita lupa dan lengah maka syaitan akan masuk dan membuyarkan kekhusukan kita dalam beribadah.(baca : Tafsir al Qur’an surat an Nas : 4-5). Ke delapan, ‘Yen urip goleko duwit’. Ketika selesai menunaikan ibadah shalat, kembalilah ke tengah-tengah kehidupan manusia untuk mencari bekal kehidupan/rizki yang telah diberikan Tuhan kepada manusia sebagai sarana untuk mengabdikan diri kepada Tuhan. Sebagaimana telah dijelaskan dalam firmannya : “Dan apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah kepada Allah sebanyak banyaknya agar kamu beruntung (QS 62 : 10).

غسل غسل بطنك
بطنك لااله الاالله
سر ما يسلك
لااله الاالله حي وموت
من ذلك مرقبة
حي وموت ان لله
محبة مخرجه توبة
يعرف ان خلقنا الانس من ماء ذفق