Ibnu Rusyd.

♠ Posted by IMM Tarbiyah in at 07.05

  1. Pendahuluan
Filsafat di samping merupakan cikal bakal ilmu pengetahuan, ia juga sebagai metode berpikir. Karena dengan filsafat kita mampu memikirkan segala hal yang radikal (mendasar, sampai ke akar-akarnya), sistematik, rasional serta kritis untuk mencapai kebenaran universal.

Filsafat pun banyak macamnya, antara lain: FIlsafat klasik (Yunani), filsafat modern, filsafat islam dan lain-lain. Mengkaji filsafat tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Kita harus benar-benar mengerti akan bahasa mereka. Terkadang bahasa mereka susah untuk dipahami dan pada kesempatan kali ini, penulis mencoba untuk mengkaji filsafat islam, sedang tokoh yang akan penulis kupas yakni Ibnu Rusyd.


  1. Biografi Singkat Ibnu Rusyd.
Nama lengkapnya ialah Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd[1], merupakan filsuf muslim yang muncul di belahan barat setelah Ibnu Thufail. Ia lahir di Cordova pada tahun 520 H/1126 M dari keluarga yang terkenal alim dalam ilmu fiqh. Jabatan yang pertama ia raih adalah hakim sebagaimana ia berasal dari keluarga faqih. Hal ini terbukti pada tahun 565 H/1169 M, ia diangkat sebagai qadhi Seville.

Ibnu Rusyd terkenal dalam  bidang filsafat diawali dari peristiwa Khalifah Abu Yaqub yang menyuruh Ibnu Thufail untuk menyuruh orang meringkas intisari filsafat Aristoteles. Ibnu Rusyd tampil sebagai orang yang mampu meringkas pemikiran filsafat yunani, dan sejak itulah ia dikenal oleh masyarakat Eropa abad pertengahan ddengan julukan “Juru Ulas”.


  1. Pemikiran Filsafat Ibnu Rusyd.
    1. Qadimnya Alam.
Ibnu Rusyd tampil membela para filsuf dari serangan al-Ghazali, dimana al-Ghazali tidak menyetujui dengan Qadimnya alam.
“bagi al-Ghazali, bila alam itu dikatakan qadim (tidak bermula) maka mustahil dapat dibayangkan bahwa alam itu diciptakan oleh Tuhan. Jadi, paham qadimnya alam membawa pada kesimpulan bahwa alam itu ada dengan sendirinya”[2]. Oleh karena itu, alam tidak diciptakan oleh Tuhan, dan hal ini sangat bertentangan dengan ajaran alquran bahwa Tuhan lah Sang Pencipta. “Yang dimaksud pencipta adalah mengadakan sesuatu dari yang tiada (creatio ex nihilio)”[3].

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, Ibnu Rusyd menegaskan bahwa qadimnya alam tidak bertentangan dengan ajaran alquran. Tuhan menciptakan sesuatu yang sudah ada, bukan dari yang tiada. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa cretio ex nihilio tidak mungkin terjadi yang akan terjadi ialah dari “ada” menjadi “ada” dalam bentuk lain.    Pendapat ini didukung oleh beberapa ayat yang salah satu ayatnya berbunyi:





Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya....(QS. Hud: 7)
Bagi Ibnu Rusyd, ayat ini mengandung arti bahwa sebelum adanya langit dan bumi telah ada wujud yang lain, yaitu wujud air yang diatasnya terdapat singgasana Tuhan, dan adanya masa sebelum masa diciptakannya langit dan bumi.
    1. Kebangkitan Jasmani.
Sebagaiman pembahasan dalam qadimnya alam, Ibnu Rusyd juga menangkis al-Ghazali dalam hal “kebangkitan jasmani”. Bagi al-Ghazhali, yang akan dibangkitkan pada hari kiamat adalah rohani-jasmani. Ibnu Rusyd menanggapi apa yang diutarakan oleh al-Ghazali. Ia menggambarkan kebangkitan rohani dengan analogi tidur. “Sebagaimana tidur, jiwa tetap hidup begitu pula ketika manusia mati, badan hancur, jiwa tetap hidup dan jiwalah yang akan dibangkitkan”[4].

Walaupun Ibnu Rusyd cenderung berasumsi bahwa kebangkitan di akhirat nanti dalam wujud rohani saja, akan tetapi ia tidak mengingkari kemungkinan kebangkitan jasmani bersama-sama rohani. Bagi dia, badan yang ada di akhirat nanti adalah badan yang serupa dengan yang ada di dunia, bukan badan yang semula di dunia itu sendiri.
    1. Moral.
Teori plato mengenai manusia adalah makhluk sosial dibenarkan oleh Ibnu Rusyd. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan bantuan dari orang lain, sesama manusia saling bekerjasama dalam memenuhi kebutuhannya dan pencapaian kebahagiaan. Dalam merealisasikan kebahagian ini, yang mana merupakan tujuan akhir manusia, dibutuhkan lah bantuan agama.


  1. Komentar.
Penulis ingin menyoroti filsafat moral ibnu rusyd, dimana manusia merupakan makhluk sosial, makhluk yang saling membutuhkan. Penulis percaya bahwa tak ada seorang pun yang tidak membutuhkan bantuan.
Filsafat moral Ibnu Rusyd yang diadopsi dari teori Plato ini bukanlah teori belaka, tetapi sudah terjadi pada kenyataan yang ada. Sebagai contoh di Indonesia, dari dulu sampai sekarang Indonesia masih saja menyandang gelar Negara korup, tak dapat dipungkiri bahwa korupsi telah merajalela bahkan sampai kedaerah pelosok seperti yang berada di cilacap. Banyak kasus-kasus korupsi yang ditayangkan di media massa , akan tetapi dalam pembahasannya tidaklah tuntas. Seperti kasus Gayus Tambunan.

Disini penulis tidak bermaksud untuk membahas duduk perkara tersebut, akan tetapi menyoroti dari perilaku orang korup. Sampai saat ini kasus korupsi seperti Gayus Tambunan belum selesai, dikarenakan terdapat keterlibatan orang dalam kasus korupsi gayus. Gayus pastilah mempunyai relasi dalam melancarkan aksi korupnya. Meskipun ia ditangkap dan harta bendanya disita ia tenang-tenang saja. Hal ini dikarenakan ada gayus-gayus yang lain yang sampai saat ini belum tersoroti. Manusia sebagaimana gayus pastilah membutuhkan kerjasama. Ia tidak mungkin melancarkan aksi korupnya sendirian, pastilah ada beberapa orang yang terlibat.
Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa manusia merupakan makhluk social yang saling membutuhkan.

  1. Penutup.
Ibnu Rusyd merupakan filsuf islam yang kritis, dimana ia mampu menyanggah pemikiran al-Ghazali seperti yang telah dijelaskan di atas. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa filsafat merupakan metode berpikir yang salah satunya yaitu pemikiran yang kritis.


DAFTAR PUSTAKA

Dedi Supriyadi. 2009. Pengantar Filsafat Islam Konsep, Filsuf, dan Ajarannya. Bandung: CV Pusaka Setia

Hasyimsyah Nasution. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama

Ali Maksum. 2009. Pengantar Filsafat dari Masa Klasik hingga Postmodernisme. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media


[1] Supriyadi, Dedi.  Pengantar Filsafat Islam konsep, filsuf, dan ajarannya (Bandung: Pustaka Setia: 2009) hal. 225
[2] Supriyadi, Dedi. Pengantar Filsafat Islam konsep, filsuf, dan ajarannya (Bandung: Pustaka Setia. 2009) hal. 162

[3] Nasution, Hasyimsyah. Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama. 1999) hal. 120

[4] Supriyadi, Dedi. Pengantar Filsafat Islam konsep, filsuf, dan ajarannya (Bandung: Pustaka Setia: 2009) hal. 234