♠ Posted by IMM Tarbiyah in Filsafat at 07.04
- Filsafat kenegaraan.
Pemikiran al-farabi mengenai Negara yang utama lebih banyak dipengaruhi oleh konsep Plato yang menyamakan Negara dengan tubuh manusia. Menurut al-Farabi, Negara yang utama ibarat tubuh manusia yang utuh dan sehat, dimana semua anggota tubuh bekerja sama sesuai dengan tugas masing-masing. Setiap anggota tubuh memiliki fungsi dengan kadar kekuatan dan kepentingan yang berbeda-beda. Dari semua itu terdapat satu organ yang paling penting yaitu jantung dan organ-organ lain yang kadar pentingnya hampir sama dengan jantung. Karenanya, jantung dan organ-organ tersebut menduduki tingkat pertama.
Negara memiliki warga dengan kemampuan yang tidak sama satu sama lain. Peringkat pertama diduduki oleh kepala dan sejumlah warga yang martabatnya mendekati martabat kepala, dan masing-masing memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mendukung kebijakan kepala. Lalu peringkat keduanya merupakan sekelompok warga yang bertugas mengerjakan hal-hal yang membantu warga peringkat pertama. Kemudian, di bawah mereka ada kelompok yang bertugas membantu kelas di atasnya, dan terus demikian sampai kepada kelas paling bawah, yaitu warga yang tugasnya melayani kelas-kelas yang lain, dan mereka sendiri tidak dilayani oleh siapa pun.
Al-Farabi juga mengatakan bahwa yang paling penting dalam Negara adalah pemimpinnya (kepala Negara). Ia haruslah orang yang paling unggul, baik intelektual maupun moralnya. Hal-hal seperti itu diklasifikasikan menjadi 12 kriteria: (1) kecerdasan, (2) ingatan yang baik, (3) pikiran yang tajam, (4) cinta pada pengetahuan, (5) sikap moderat salam hal makanan, minuman, dan seks, (6) cinta pada kejujuran, (7) kemurahan hati, (8) kesederhanaan, (9) cinta pada keadilan, (10) ketegaran dan keberanian, (11) kesehatan jasmani, (12) serta kefasihan berbicara..
Jika dalam kenyataannya, tidak ada seorang pun yang memiliki semua kriteria di atas maka kepala Negara dipikul secara kolektif antara sejumlah warga Negara yang termasuk kelas atas (pimpinan).
Menurut al-Farabi, kepala Negara itu diadakan dahulu, baru kemudian menyusul rakyat yang akan dikepalainya. Alasannya adalah didasarkan pada analogi bahwa jantung terbentuk lebih dahulu, kemudian jantunglah yang menjadi sebab terbentuknya organ-organ tubuh yang lain. Jantung pula yang mejadi sebab tumbuhnya kekuatan dan tersusunnya urutan martabat (posisi) masing-masing. Jika ada organ yang tidak bekerja dengan baik atau rusak, maka jantung memiliki kemampuan untuk menghilangkan kerusakan tersebut. Demikian juga dengan kepala, ia seyogianya ada dahulu, kemudian darinya terbentuklah rakyat. Dia pula yang membentuk wewenang, tugas dan kewajiban serta martabat dari masing-masing warga Negara. Kalau ada warga Negara yang tidak baik, kepala Negara dapat menghilangkan ketidakbaikan itu.
- Komentar.
Konsep kenegaraan yang ditawarkan oleh al-Farabi terkesan ideal. Hal ini terletak pada posisi kepala, ia harus memenuhi kriteria sebagai seorang kepala Negara. Akan tetapi saya tidak setuju dengan konsep al-Farabi mengenai apa yang akan diadakan dahulu dalam sebuah negara. Bagi al-Farabi adalah kepala Negara seperti yang telah dijelaskan di atas. Menurut saya, sesuatu yang harus ada adalah rakyat. Karena dari rakyat itu sendiri akan tercipta kepala Negara. Sosok kepala Negara berasal dari seleksi diantara rakyat, dimana ia adalah orang yang paling unggul diantara rakyat yang lain, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Farabi.
Seperti pada buku pelajaran Pkn SMA yang pernah saya baca mengenai negara, disitu dikatakan bahwa terjadinya Negara adalah kehendak seluruh bangsa. Dari pernyataan diatas, sangat jelas bahwa awal terbentuknya Negara adalah rakyat, hal ini tersirat dari “kehendak seluruh bangsa”.
- Kaitan antara Filsafat kenegaraan al-Farabi dengan Kenyataan.
Disini saya ingin menyoroti peristiwa orde baru yang akan dikaitkan dengan filsafat kenegaraan al-Farabi. Sebagaimana kabar yang berhembus, di masa orde baru secara berturut-turut ia menduduki sebagai kepala negara selama ±32tahun. Hal ini dimungkinkan karena kepala Negara pada saat itu memiliki daya intelektual yang unggul sehingga setiap terjadi pemilihan kepresidenan ia selalu menang. Pimpinan disini seolah-olah sama dengan konsep pimpinan yang diutarakan oleh al-Farabi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Farabi, ia menganalogikan antara jantung dan kepala Negara. Dimana antara jantung dan kepala Negara sama-sama sebagai unsur yang menentukan nasib anggotanya. Dalam hal jantung ia merupakan yang menjadi sebab tumbuhnya kekuatan dan posisi masing-masing anggota, juga ia pula yang akan menghilangkan anggota tubuh yang lain jika anggota tubuh tersebut tidak berfungsi. Hal ini disamakan dengan kepala Negara yang memiliki wewenang kepada anggotanya, dalam hal ini yaitu rakyat. Ia memiliki hak preogratif dimana ia bebas mengangkat atau memberhentikan seseorang. Hak preogratif inilah yang terjadi pada rezim orde baru.
Mengenai tingkatan (stratifikasi sosial) yang dikemukakan oleh al-Farabi juga terjadi pula di Indonesia. Sebagaimana yang telah dijelaskan, di Indonesia pada sekarang ini masih terjadi adanya tingkatan social yang didasarkan oleh keunggulan dari: kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu pengetahuan. Orang-orang yang memiliki kriteria diatas menduduki posisi pertama. Sebagai contoh, di Indonesia seorang presiden menduduki tingkat atas pada statifikasi sosial. Karena I memiliki kiteria di atas. Akan tetapi jika kita bandingkan dengan petani dimana ia tidak memiliki criteria tersebut maka ia menduduki posisi paling bawah. Stratifikasi disini dapat digambarkan dengan sebuah piramid. Semakin ke atas semakin sedikit pula populasinya, akan tetapi semakin kebawah, populasinya semakin banyak. Dikarenakan untuk mencapai kelas atas diperlukan usaha dimana tidak semua orang bias mencapainya.