Aliran asy’ariyah dan maturidiyah

♠ Posted by IMM Tarbiyah in at 06.32
BAB I

PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Awal kemunculan aliran dalam islam terjadi pada saat khalifah islamiyah mengalami pergantian kepemimpinan dari Utsman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib. Masa pemerintahan Ali merupakan era kekacauan dan awal perpecahan dikalangan umat islam. Namun bibit itu mulai muncul pada akhir kekuasaan Utsman bin Affan.
Itu semua di sebabkan karena adanya kebijakan Utsman bin Affan, bahwa beliau banyak mengangkat pejabat dari kerabatnya. Sehingga banyak kalangan yang kecewa dengan kebijakan tersebut. Perasaan tidak puas tersebut akhirnya berkembang menjadi sumber fitnah bagi khalifah Utsman bin Affan. Hal itu membuat Utsman terbunuh.
Di masa pemerintahan Ali, beliau tidak mau mengusik masalah terbunuhnya Utsman. Hal itu mengakibatkan terjadinya perang jamal, yang di pimpin oleh Aisyah. Dalam perang ini pasukan aisyah dikalahkan oleh pasukan Ali bin Abi Thalib. Dan juga adanya perang siffin karena penolakan muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, yang berakhir dengan keputusan tahkim. Dari keputusan tersebut menyebabkan Ali turun tahta dan menjadikan Muawiyah sebagai pengganti Ali yang disebabkan oleh tipu muslihat Amr bin Ash.
 Akibat dari keputusan tahkim tersebut ada golongan Khawarij (golongan yang keluar dari Ali) dan membentuk sebuah rencana untuk membunuh Ali dan Muawiyah. Tapi yang berhasil dibunuh adalah Ali.
Dari sinilah mulai timbulnya persoalan besar yang selama ini banyak memenuhi buku-buku keislaman, yaitu melakukan kejahatan besar, yang mula-mula dihubungkan dengan pembunuhan terhadap khalifah utsman bin affan dan Ali bin Abi Thalib. Kemudian berangsur-angsur menjadi persoalan umum, lepas dari pada persoalan siapa orangnya. Kemudian timbul persoalan lainnya, seperti soal iman dan lain sebagainya.
Persoalan mengenai dosa tersebut, lalu dilanjutkan dengan sumber kejahatan di lingkungan manusia. Sebab di dalam penentuan sumber ini akan lebih mudah memberikan vonis kepada pelakunya. Tetapi jika sumbernya Allah itu sendiri, dan manusia hanya sebagai pelakunya (alat), maka pemberian keputusan apakah menusia itu berdosa (kafir) masih belum jelas persoalannya.
Dengan demikian timbullah golongan jabariyyah yang mengatakan bahwa semua perbuatan manusia itu dari tuhan dan golongan qadariyah mengatakan bahwa manusialah yang bertanggung jawab sepenuhnya atas segala perbuatannya. Kemudian timbul pula golongan-golongan lain, seperti Mu’tazilah dan Asy’ariyah, yang membicarakan persoalan tersebut (perbuatan manusia)[1]
Oleh karena itu pembahasan mengenai aliran-aliran islam khususnya aliran asy’ariyah dan maturidiyah sangat menarik untuk dibahas, sehingga penulis tertarik untuk menulis makalah mengenai aliran tersebut


B.        Perumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang aliran asy’ariyah dan maturidiyah. Aliran-aliran tersebut sangatlah penting untuk kita ketahui, karena aliran tersebut adalah salah satu akibat dari kematian khalifah utsman bin affan. Maka perumusan masalahnya adalah
1)      Apa itu aliran asy’ariyah dan maturidiyah?
2)      Bagaimana perumusan aliran-aliran tersebut?
3)      Apa saja ajaran-ajaran dari aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah?
                 











              BAB II
            PEMBAHASAN

A.        Sejarah  Aliran Asy’ariyah
Asy’ariyah adalah sebuah paham aqidah yang dinisbatkan kepada Abu hasan Asy’ari. Aliran ini dibentuk oleh Abu al-Hasan Ali Ibn Ismail Al-asy’ari [2]. Tetapi juga ada yang mengatakan bahwa aliran ini dibentuk oleh Abdul-Hasan ali bin Ismail Al-Asy’ary (dalam penulisan nama yang berbeda dari sumber diatasnya)[3].  Beliau lahir di Bashrah pada tahun 873 M dan wafat di Baghdad pada tahun 935 M.[4] Beliau masih keturunan Abu Musa Al- asy’ari, seorang duta perantara dalam perseturuan pasukan Ali dan Muawiyah. Sejak kecil ia berguru kepada seorang mu’tazilah yang terkenal, yaitu Al-Jubba’i. Ia adalah murid cerdas dan menjadi kebanggaan gurunya. Ia seringkali mewakili gurunya untuk mengikuti acara bedah ilmu dan diskusi. Beliau mempelajari dan memperdalam  ajaran-ajaran mu’tazilah sampai berusia 40 tahun.
ketika mencapai usia 40 tahun, beliau mulai tidaksepaham dengan gurunya yaitu Al-Jubba’i  walaupun ia telah menganut paham mu’tazilah. Maka ia mulai membentuk aliran yang dikenal dengan namanya sendiri yaitu Asy’ariyah pada tahuun 300 H.
Ketidakpuasan Al-Asy’ari terhadap aliran muktazilah antara lain adalah :
1)      Karena adanya keraguan di dalam diri asy’ari yang mendorongnya untuk keluar dari paham mu’tazilah
Menurut Ahmad Mahmud Subhi, keraguan itu timbul karena ia menganut madzhab syafi’i yang mempunyai pendapat berbeda dengan aliran mu’tazilah. Misalnya syafi’i berpendapat bahwa Al-Qur’an itu tidak diciptakan, melainkan bersifat qadim dan dapat dilihat di akhirat nanti. Sedangkan menurut paham mu’tazilah, bahwa Al-Qur’an itu bukan qadim akan tetapi hadits dalam arti baru dan diciptakan tuhan dan tuhan bersifat rohani dan tidak dapat dilihat dengan mata.[5]
Tetapi al-asy’ari meninggalkan mu’tazilah juga karena pada waktu itu golongan mu’tazilah sedang berada pada fase kemunduran dan kelemahan. Setelah al-mutawakkil membatalkan putusan al-ma’mun tentang penerimaan aliran mu’tazilah sebagai madzhab negara, kedudukan kaum mu’tazilah mulai menurun, apalagi setelah al mutawakkil menunjukan sikap penghargaan terhadap diri ibn hanbal, lawan mu’tazilah terbesar pada waktu itu. Dalam keadaan seperti inilah al-asy’ari keluar dari golongan mu’tazilah dan menyusun teologi baru yang diberi nama aliran asy’ariyah.

B.        Tokoh-tokoh dan Ajaran Aliran Asy’ariyah
1)      Muhammad Ibn al Thayyib Ibn Muhammad Abu Bakr al-        Baqillani.
Ajaran-ajaran yang disampaikan tidak selalu sama dengan apa yang disampaikan oleh asy’ari. Misalnya, sifat Allah itu bukan sifat melainkan hal. Dan contoh lain yang menyatakan bahwa al-baqillani tidak sepaham dengan asy’ari misalnya, mengenai perbuatan manusia.
Menurut pendapat asy’ari perbuatan manusia adalah diciptakan tuhan seluruhnya, sedangkan menurut Al-Baqillani, manusia mempunyai sumbangan yang efektif dalam perwujudan perbuatannya, yang diwujudkan tuhan adalah gerak yang terdapat dalam diri manusia, adapun bentuk/sifat dari gerak itu dihasilkan oleh manusia itu sendiri[6]
2)      Abd al-Malik al-Juwaini
Beliau lahir di Nisabur pada tahun 419 H/1028 M dan wafat pada tahun 478 H/1085M. Beliau lebih dikenal dengan nama Imam al-Haramain sedangkan nama asli beliau kurang dikenal oleh masyarakat pada umumnya. Karena nama itu mengandung arti imam kedua tanah suci, yaitu Mekkah dan Madinah. Asal mula nama itu karena setelah ia tinggal di Nisabur, kemudian ia pergi ke kota Mu’askar, dan pada akhirnya sampai dikota Baghdad. Ia mengikuti jejak Asy’ari dan al-Baqillani dalam menjunjung tinggi kekuatan akal pikiran. Lalu ia pergi ke Hijaz dan bertempat tinggal di Mekkah dan di Madinah untuk memberikan pelajaran di sana, sehingga ia dijuluki Imam al-Haramain.
Mengenai perbuatan manusia al-Juwaini mempunyai pendapat bahwa wujud perbuatan manusia tergantung pada daya yang ada pada manusia, wujud daya itu bergantung pada sebab yang lain dan demikianlah seterusnya hingga sampai pada sebab dari segala sebab yaitu tuhan.[7]

3)      Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali
Beliau adalah murid dari al-Juwaini, yang dilahirkan dikota Tus,di negeri Khurasam pada tahun 450 H dan wafat pada tahun 505 H. Hidupnya tidak mengalami ketenangan batin, karena dalam mencari kebenaran (Tuhan) semua jalan yang telah ditempuh oleh al-Ghazali tidak ada yang memuaskan dan pada akhirnya ia sampai kepada tasawuf, sebagai satu-satunya jalan untuk mengabdi kepada tuhan.
Al-Ghazali di dalam paham teologinya, tidak jauh beda dengan Asy’ari, bahwa dia mengaku bahwa tuhan mempunyai sifat-sifat qadim. Dan mengenai perbuatan manusia ia berpendapat bahwa tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan, dan daya yang diperbuat lebih menyerupai potensi.

C.         Sejarah Aliran Maturidiyah
Latar belakang aliran ini hampir sama dengan aliran Asy’ariyah, yaitu sebagai reaksi penolakan terhadap aliran Mu’tazilah, walaupun pada kenyataannya pandangan keagamaan yang dianut hampir sama dengan pandangan Mu’tazilah yaitu lebih menonjolkan akal dalam teologinya.
Pendiri aliran Maturidiyah adalah Abu Mansur Muhammad bin Mahmud al-Maturidi yang menganut paham hanafi. Beliau lahir di Samarkand pada pertengahan ke-2 dari abad ke-9 masehi dan wafat pada tahun 944 M. [8]
Al-Maturidy hidup sejaman dengan Asy’ari, kedua-duanya sama-sama menentang aliran Mu’tazilah. Meskipun asy’ari menghadapinya di Bashrah, sedangkan al-Maturidy menghadapi mu’tazilah di negerinya sendiri yaitu di Samarkand. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika pendapat keduanya sangat berdekatan, akan tetapi tidak sama.
Sehingga Muhammad Abduh mengatakan bahwa perbedaan antara aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah tidak lebih dari 10 permasalahan dan perbedaan di dalamnya hanyalah perbedaan kata-kata/istilah. Akan tetapi ketika kita mengkaji lebih dalam, maka perbedaan-perbedaan tersebut akan lebih jelas.[9]
Maturidy berpegang pada akal berdasarkan petunjuk dari syari’at, jika terjadi pertentangan antar keduanya yaitu akal dan syari’at maka yang diambil adalah hukum syari’at. Jelas, meskipun akal dijadikan landasan berpikir dalam menentukan hukum akan tetapi semua itu harus bermuara dari nash.
Kendati gigih menyerang mu’tazilah, dalam beberapa hal aliran maturidiyah memiliki kesamaan dengan aliran mu’tazilah. Kedua aliran tersebut sependapat bahwa ayat-ayat yang samar dalam al-Qur’an harus ditakwilkan. Persamaan lainnya dalam hal akal, bahwa dengan akal manusia dapat mengetahui adanya tuhan, menilai baik dan buruk suatu perbuatan dan mengetahui kewajiiban syukur kepada tuhan.

D.        Pemikiran Asy’ariyah dan Maturidiyah
·        Pemikiran Asy’ariyah.
a.       Mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur
b.      Perbuatan manusia diciptakan tuhan (jabariyah), sedangkan manusia memiliki kasb yaitu daya yang diciptakan dalam diri manusia untuk mewujudkan perbuatannya.
c.       Al-qur’an bersifat qadim bukan makhluk.
d.      Baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu.
·        Pemikiran Maturidiyah
a. .Perbuatan dosa besar selain syirik tidak menjadikan           seseorang itu kafir
b. Manusia berhak memilih sendiri untuk melakukan aktivitasnya.
c. Dalam al-Qur’an, maturidy membedakan kalam yang tersusundengan huruf dan bersuara dengan kalam nafshi. Kalam nafshi sifat qadim bagi Allah dan kalam yang berupa huruf dan bersuara adalah hadits (baru).
d.   Akal tidak selalu mampu membedakan antara yang baik dan buruk, namun terkadang pula mampu mengetahui baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi seperti ini, wahyu diperlukan untuk dijadikan sebagai pembimbing.
Al-Maturudy membagi sesuatu dengan akal menjadi   3 bagian :
Ø      Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu
Ø      Akal dengan sendirinya hanya mengetahu keburukan sesuatu.
Ø      Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.

E.        Tokoh-tokoh dan Ajaran Aliran Maturidiyah
Tokoh-tokoh yang sangat penting dalam aliran ini adalah Abu-Yusr lahir pada tahun421 H dan wafat pada tahun 493 H,  al-Badzawi sendiri mempunyai beberapa murid, salah satunya adalah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H).
Sama seperti al-Baqillanidan al-Juwaini, al-Badzawi tidak pula selamanya sepaham dengan al-Maturidy, sehingga dapat dikatakan bahwa di dalam aliran al-Maturidiyah terdapat dua golongan yaitu golongan samarkand yang mengikuti paham al-Maturidy dan golongan yang kedua yaitu golongan bukhara mengikuti paham al-Badzawi.

F.         Persamaan dan Perbedaan antara Aliran Asy’ariyah dengan               
   Maturidiyah
1)      Persamaan Aliran Asy’ariyah dengan Aliran Maturidiyah
Ø      Aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah lahir akibat reaksi terhadap aliran Maturidiyah
Ø      Kedua aliran tersebut menentang ajaran mu’tazilah dan beranggapan bahwa al-Qur’an adalah kalam tuhan yang tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim.
Ø      Kedua aliran ini berkeyakinan bahwa manusia dapat melihat Allah SWT pada hari kiamat dengan petunjuk tuhan dan hanya Allah SWT pula yang tahu bagaimana wujudNya

 Hal ini telah di perjelas di dalam al-Qur’an pada surat al-qiyamah : 22-23
×nqã_ãr 7Í´tBöqtƒ îouŽÅÑ$¯R ÇËËÈ
4n<Î) $pkÍh5u ×otÏß$tR ÇËÌÈ

22.  Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.
23.  Kepada Tuhannyalah mereka Melihat
2)      Perbedaan Aliran Asy’ariyah dengan Aliran Maturidiyah
Ø      Menurut aliran Asy’ariiyah untuk mengetahui Allah SWT wajib dengan syar’i sedangkan al-Maturidy diwajibkan dengan akal.
Ø      Akal bagi aliran Asy’ariyah tidak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia, sedangkan aliran Maturidiyah dapat mengetahui kewajiban-kewajiban manusia untuk berterimakasih kepada Allah SWT.
Ø      Aliran Asy’ariyah berkeyakinan bahwa Allah SWT dapat menyiksa orang yang taat (Allah akan menguji keimanan orang yang taat) sedangkan Maturidiyah beranggapan lain bahwa orang yang taat akan mendapatkan pahala sedangkan orang yang durhaka akan mendapat siksa.









KESIMPULAN

Dari segi pemikiran al-asy’ari dan maturidy banyak memiliki kesamaan, walaupun ada perbedaan cukup signifikan antara keduanya. Misalnya dalam hal mengetahui Allah SWT, asy’ariyah beranggapan mengetahui sifat Allah SWT harus dengan syara’ sedangkan maturidiyah melihat hal tersebut dapat dicapai melalui penalaran akal.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa maturidiyah memberikan otoritas lebih besar kepada akal manusia dibandingkan dengan asy’ariyah. Karena asy’ariyah lebih memprioritaskan kepada syara’, bagi asy’ariyah kebenaran dengan syari’at berupa perintah sedangkan keburukan itu berupa larangan. Walaupun demikian, maturidiyah senantiasa menjadikan dalil-dalil syara’ sebagai rujukan dan bingkai penafsiran.





















DAFTAR PUSTAKA

Triwijayanto.wordpress.com/2009/09/10/sejarah_munculnya_aliran_teologi_dalam_islam/
Ahmad Hanafi M.A, “Theology Islam (Ilmu Kalam)”, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1966.
dwipratama.web.id/v1/index.php.
Drs. Rosihon Anwar, M.Ag, Drs.Abdul Rozak, M.Ag, “Ilmu Kalam”, Bandung, CV Pustaka Setia, 2006.


[1] Ahmad Hanafi M.A, “Theology Islam (Ilmu Kalam)”, Jakarta; PT. Bulan Bintang, 1996 (hal.10)
[2] www.indiaonech.co.cc/1_43_Asy-ariyah_dan_maturidiyah
[3] Ahmad Hanafi M.A, “Theology Islam (ilmu kalam)”, Jakarta: PT. Bulan Bintang,1996 (hal.58)
[4] www.indiaonech.co.cc/1_43_Asy-ariyah_dan_maturidiyah
[5] www.indiaonech.co.cc/1_43_Asy-ariyah_dan _maturidiyah
[6] www.indiaonech.co.cc/1_43_Asy-ariyah_dan _maturidiyah
[7] www.indiaonech.co.cc/1_43_Asy-ariyah_dan_maturidiyah
[8] www.indiaonech.co.cc/1_43_Asy-ariyah_dan_maturidiyah
[9] Dwipratama.web.id/v1/index.php