♠ Posted by IMM Tarbiyah in Kuliah Umum at 20.19
Pendahuluan
Musik adalah bunyi yang
diterima oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya dan
selera seseorang. Sedang menurut Aristoteles music mempunyai kemampuan
mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotism.
Dari pengertian tersebut, keroncong termasuk dalam jenis musik.
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa
sekarang musik keroncong mulai ditinggalkan oleh anak-anak muda. Mereka lebih
suka mendengarkan musik-musik yang berasal dari barat seperti pop, rock dan sebagainya.
Karena mereka menganggap orang-orang yang suka dengan music keroncong tidak
gaul dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Maka dari itu kita sebagai
generasi muda harus bisa menanamkan rasa cinta terhadap keroncong mulai dari
diri kita sendiri. Dengan cara lebih memperdalam atau memperkenali tentang
music keroncong. Seperti halnya kata pepatah tak kenal maka tak saying. Kaum
muda sekarang banyak yang tidak suka terhaddap music keroncong karena mereka
tidak memahami betul apa itu keoncong? Oleh karena itu dalam makalah ini akan
membahas sedikit tentang definisi keroncong, sejarah, alat-alat yang digunakan,
jenis-jenisnya, pengembangannya dan tokoh Keroncong.
Pembahasan
A.
Definisi
Keroncong
Keroncong
merupakan nama dari instrumen musik sejenis ukulele dan juga sebagai nama dari
jenis musik khas Indonesia yang menggunakan instrumen
musik keroncong, flute,
dan seorang penyanyi wanita.
Keroncong adalah
sejenis musik Indonesia yang memiliki hubungan historis dengan sejenis
musik Portugis yang dikenal sebagai fado. Keroncong berawal dari musik yang dimainkan para
budak dan opsir Portugis dari daratan India (Goa) serta Maluku. Bentuk awal musik ini disebut moresco.
B.
Sejarah Keroncong
Akar keroncong
berasal dari sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado yang diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke Nusantara. Dari daratan India (Goa) masuklah musik ini pertama kali di Malaka
dan kemudian dimainkan oleh para budak dari Maluku. Melemahnya pengaruh Portugis pada abad ke-17
di Nusantara tidak dengan serta-merta berarti hilang pula musik ini. Bentuk
awal musik ini disebut moresco
(sebuah tarian asal Spanyol, seperti polka agak lamban ritmenya), di mana salah
satu lagu oleh Kusbini disusun kembali kini dikenal dengan nama Kr. Muritsku,
yang diiringi oleh alat musik dawai.
Musik keroncong
yang berasal dari Tugu disebut keroncong Tugu. Dalam
perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan
seruling serta beberapa komponen gamelan. Pada sekitar abad ke-19 bentuk musik
campuran ini sudah populer di banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke
Semenanjung Malaya. Masa keemasan ini berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an,
dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang musik populer (musik rock yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya
musik Beatle dan sejenisnya sejak tahun 1961 hingga sekarang). Meskipun demikian, musik
keroncong masih tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat
di Indonesia dan Malaysia hingga sekarang.
Seperti
diketahui bahwa Musik Keroncong [1]
masuk ke Indonesia sekitar tahun 1512, yaitu pada waktu Ekspedisi Portugis pimpinan Alfonso
de Albuquerque datang ke Malaka dan Maluku tahun 1512. Tentu saja para pelaut Portugis
membawa lagu jenis Fado, yaitu lagu rakyat Portugis bernada Arab (tangga nada minor, karena orang Moor Arab pernah
menjajah Portugis/Spanyol tahun 711 - 1492. Lagu jenis Fado masih ada di
Amerika Latin (bekas jajahan Spanyol), seperti yang dinyanyikan Trio Los Panchos atau Los
Paraguayos, atau juga lagu di Sumatera
Barat (budaya Arab) seperti Ayam Den Lapeh.
Pada waktu
tawanan Portugis dan budak asal Goa (India) di Kampung Tugu dibebaskan pada tahun 1661 oleh
Pemerintah Hindia Belanda (VOC), mereka diharuskan pindah agama dari Katholik
menjadi Protestan, sehingga kebiasaan menyanyikan lagu Fado menjadi harus
bernyanyi seperti dalam Gereja Protestan, yang pada tangga nada mayor.
Selanjutnya
pada tahun 1880 Musik Keroncong lahir, dan awal ini Musik Keroncong juga
dipengaruhi lagu Hawai yang dalam tangga nada mayor, yang juga
berkembang pesat di Indonesia bersamaan dengan Musik Keroncong (lihat Musik Suku Ambon atau The Hawaian Seniors pimpinan Jenderal Polisi Hugeng).
C. Alat-alat Yang Digunakan Dalam Musik Keroncong
Dalam bentuknya
yang paling awal, moresco diiringi oleh musik dawai, seperti biola, ukulele, serta selo. Perkusi juga kadang-kadang dipakai. Set
orkes semacam ini masih dipakai oleh keroncong Tugu, bentuk keroncong yang
masih dimainkan oleh komunitas keturunan budak Portugis dari Ambon yang tinggal di Kampung Tugu, Jakarta Utara, yang kemudian berkembang ke arah selatan di
Kemayoran dan Gambir oleh orang Betawi berbaur dengan musik Tanjidor (tahun
1880-1920). Tahun 1920-1960 pusat perkembangan pindah ke Solo, dan beradaptasi dengan irama yang lebih
lambat sesuai sifat orang
Jawa.
Pem-"pribumi"-an
keroncong menjadikannya seni campuran, dengan alat-alat musik seperti
· sitar India
· suling bambu
· gong.
Saat ini, alat
musik yang dipakai dalam orkes keroncong mencakup
· ukulele cuk, berdawai 3 (nilon), urutan nadanya adalah
G, B dan E; sebagai alat musik utama yang menyuarakan crong - crong sehingga
disebut keroncong (ditemukan tahun 1879 di Hawai, dan merupakan awal tonggak mulainya musik keroncong)
· ukulele cak,
berdawai 4 (baja), urutan nadanya A, D, Fis, dan B. Jadi ketika alat
musik lainnya memainkan tangga nada C, cak bermain pada tangga nada F (dikenal dengan
sebutan in F);
· gitar akustik sebagai gitar melodi, dimainkan dengan gaya
kontrapuntis (anti melodi);
· biola (menggantikan Rebab); sejak dibuat oleh Amati atau Stradivarius dari Cremona
Itali sekitar tahun 1600 tidak
pernah berubah modelnya hingga sekarang;
· flute (mengantikan Suling Bambu), pada Era Tempo Doeloe memakai Suling
Albert (suling kayu hitam dengan lubang dan klep, suara agak patah-patah,
contoh orkes Lief Java), sedangkan pada Era
Keroncong Abadi telah memakai Suling
Bohm (suling metal semua dengan klep, suara lebih halus dengan ornamen nada
yang indah, contoh flutis Sunarno dari
Solo atau Beny Waluyo dari Jakarta);
· selo; betot menggantikan
kendang, juga tidak pernah berubah sejak dibuat oleh Amati dan Stradivarius
dari Cremona Itali 1600, hanya saja
dalam keroncong dimainkan secara khas dipetik/pizzicato;
· kontrabas (menggantikan Gong), juga bas yang dipetik, tidak pernah
berubah sejak Amati dan Stradivarius dari Cremona Itali 1600 membuatnya;
Penjaga irama
dipegang oleh ukulele dan bas. Gitar yang kontrapuntis dan selo yang ritmis
mengatur peralihan akord. Biola berfungsi sebagai penuntun melodi, sekaligus
hiasan/ornamen bawah. Flut mengisi hiasan atas, yang melayang-layang mengisi
ruang melodi yang kosong.
Bentuk
keroncong yang dicampur dengan musik
populer sekarang menggunakan organ tunggal serta synthesizer untuk mengiringi lagu keroncong (di pentas pesta organ
tunggal yang serba bisa main keroncong, dangdut, rock, polka, mars).
D. Jenis Keroncong
Musik keroncong
lebih condong pada progresi akord dan jenis alat yang digunakan. Sejak
pertengahan abad ke-20 telah dikenal paling tidak tiga macam keroncong, yang
dapat dikenali dari pola progresi akordnya. Bagi pemusik yang sudah memahami alurnya, mengiringi
lagu-lagu keroncong sebenarnya tidaklah susah, sebab cukup menyesuaikan pola
yang berlaku. Pengembangan dilakukan dengan menjaga konsistensi pola tersebut.
Selain itu, terdapat pula bentuk-bentuk campuran serta adaptasi.
E. Perkembangan Musik Keroncong Masa Kini
Setelah
mengalami evolusi yang panjang sejak kedatangan orang Portugis di Indonesia
(1522) dan pemukiman para budak di daerah Kampung Tugu tahun 1661 [2] [3], dan ini merupakan masa evolusi awal musik
keroncong yang panjang (1661-1880), hampir dua abad lamanya, namun belum
memperlihatkan identitas keroncong yang sebenarnya dengan suara crong-crong-crong, sehingga boleh
dikatakan musik keroncong belum lahir tahun 1661-1880.
Dan akhirnya
musik keroncong mengalami masa evolusi pendek terakhir sejak tahun 1880 hingga
kini, dengan tiga tahap perkembangan terakhir yang sudah berlangsung dan satu
perkiraan perkembangan baru (keroncong millenium). Tonggak awal adalah pada
tahun 1879 [4], di saat penemuan ukulele di Hawai [5] yang segera menjadi alat musik utama dalam
keroncong (suara ukulele: crong-crong-crong),
sedangkan awal keroncong millenium sudah ada tanda-tandanya, namun belum
berkembang (Bondan Prakoso).
(a) Masa keroncong tempo doeloe (1880-1920),
(b) Masa keroncong abadi (1920-1960), dan
(c) Masa keroncong modern (1960-2000), serta
(d) Masa keroncong
millenium (2000-kini)
1. Masa keroncong tempo duloe (1880-1920)
Ukulele
ditemukan pada tahun 1879 di Hawaii, sehingga diperkirakan pada tahun berikutnya Keroncong
baru menjelma pada tahun 1880, di daerah Tugu kemudian menyebar ke selatan
daerah Kemayoran dan Gambir (lihat ada lagu Kemayoran dan Pasar Gambir, sekitar
tahun 1913). Komedie Stamboel 1891-1903 lahir di Kota Pelabuhan Surabaya tahun 1891, berupa Pentas Gaya Instanbul, yang mengadakan
pertunjukan keliling di Hindia Belanda, Singapura, dan Malaya lewat jalur
kereta api maupun kapal api. Pada umumnya pertunjukan meliputi Cerita 1001
Malam (Arab) dan Cerita Eropa (Opera maupun Rakyat), termasuk Hikayat India dan
Persia. Sebagai selingan, antar adegan maupun pembukaan, diperdengarkan musik
mars, polka, gambus, dan keroncong. Khusus musik keroncong dikenal pada waktu
itu Stambul I, Stambul II, dan Stambul III.
Pada waktu itu
lagu Stambul berirama cepat (sekitar meter 120 untuk satu ketuk seperempat
nada), di mana Warga Kampung Tugu maupun Kusbini menyebut sebagai Keroncong
Portugis, sedangkan Gesang menyebut sebagai Keroncong
Cepat, dan berbaur dengan Tanjidor yang asli Betawi. Pada masa ini dikenal
para musisi Indo, dan pemain biola legendaris adalah M. Sagi (perhatikan
rekaman Idris
Sardi main biola lagu Stambul II Jali-jali berdasarkan aransemen dari M. Sagi).
Seperti diketahui bahwa panjang lagu stambul adalah 16 birama, yang terdiri
atas:
Stambul I:
Lagu ini
misalnya Terang Bulan, Potong Padi, Nina Bobo, Sarinande, O Ina Ni Keke,
Bolelebo, dll. dengan struktur bentuk A - B - A - B atau A - B - C - D (16
birama):
· |I , , , |, , , , |, , , , |V7, , , |
· |, , , , |, , , , |, , , , |I , , , |
· |I7, , , |IV, , , |, , V7, |I , , , |
· |, , , , |V7, , , |, , , , |I , , , ||
Stambul II:
Lagu ini
misalnya Si Jampang, Jali-Jali, di mana masuk pada Akord IV sebagai ciri
Stambul II dengan struktur A - B - A - C (16 birama):
· |I . . . |. . . . |. . . . |IV, , , | (tanda . artinya
tacet)
· |, , , , |, , , , |, , V7, |I , , , |
· |, , , , |, , , , |, , , , |V7, , , |
· |, , , , |, , , , |, , , , |I , , , ||
Stambul III:
Lagu ini
misalnya Kemayoran, di mana mirip dengan Keroncong A sli sehingga sering salah
diucapkan dengan Kr. Kemayoran, yang seharusnya Stambul III Kemayoran, dengan
struktur Prelude - A - Interlude - B - C (16 birama):
· Pr|I , , , |, , , , | Prelude
2 birama
· A1|, , , , |, , , , |
· A2|II#, , ,|V7, , , | Modulasi
2 birama
· In|, , , , |IV, , , | Interlude
2 birama
· B1|, , , , |I , , , |
· B2|V7, , , |I , , , |
· C1|, , , , |, , , , |
· C2|V7, , , |I , , , ||
Musiq Losquin
Bugis: Dari periode tempo doeloe ini lahir pula di Makassar bentuk keroncong
khas yang dikenal sebagai musiq losquin
Bugis, misalnya lagu Ongkona Arumpone
yang dinyanyikan oleh Sukaenah B.
Salamaki. Irama keroncong ini, tanpa seruling-biola-cello, tapi dengan
melodi guitar yang kental, mirip seperti gaya Tjoh de Fretes dari Ambon.
Kalau kita hubungkan kesemua ini, maka ada garis kesamaan dengan Orkes
Keroncong Cafrino Tugu (Kr. Pasar Gambir) – Orkes Keroncong Lief Java (Kr. Kali
Brantas) – Losquin Bugis (Ongkona Arumpone) – Orkes Hawaian Tjoh de Fretes
(Pulau Ambon), yaitu gaya era tempo
doeloe dengan irama yang cepat sudah dengan kendangan cello dan dengan
guitar melodi yang kental.
2. Masa keroncong abadi (1920-1960)
Pada masa ini
panjang lagu telah berubah menjadi 32 birama, akibat pengaruh musik pop Amerika
yang melanda lantai dansa Hotel2 di Indonesia pada waktu itu, dengan musisi
didominasi dari Filipina (spt Pablo, Sambayon, dll), dan berakibat juga lagu
pada waktu itu telah 32 birama juga, perhatikan lagu Indonesia Raya (diciptakan
tahun 1924) pada waktu itu juga sudah 32 birama. Selanjutnya pusat perkembangan
beralih ke timur mengikuti jaringan kereta api melalui Solo dan iramanya juga
lebih lamban (sekitar 80 untuk seperempat nada) dengan kendangan cello mirip
kendangan gamelan, dan permainan gitar melodi mirip alunan siter musik gamelan
yang kontrapuntis. Masa ini lahir para musisi Solo, seperti Gesang dan penyanyi legendaris Annie
Landouw. Lagu Keroncong Abadi terdiri atas: Langgam Keroncong, Stambul Keroncong,
dan Keroncong Asli.
Langgam
Keroncong
Bentuk lagu
langgam ada dua versi. Yang pertama A - A - B - A dengan pengulangan dari
bagian A kedua seperti lagu standar pop: Verse A - Verse A - Bridge B - Verse
A, panjang 32 birama. Beda sedikit pada versi kedua, yakni pengulangannya
langsung pada bagian B. Meski sudah memiliki bentuk baku, namun pada
perkembangannya irama ini lebih bebas diekspresikan. Penyanyi serba bisa Hetty Koes Endang misalnya, dia sering merekam lagu-lagu non keroncong dan
langgam menggunakan irama yang sama, dan kebanyakan tetap dinamakan langgam.
Alur akord-nya sebagai berikut:
· Verse A | V7 , , , |I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , ,
, | V7 , , , | V7 , , , | I , , , |
· Verse A |V7 , , , | I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , ,
, | V7 , , , | V7 , , , | I , , , |
· Bridge B |I7 , , , |IV , , , | IV , V , | I , , , | I , ,
, | II# , , , | II# , , , | V , , ,|
· Verse A |V7 , , , |I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , ,
, | V7 , , , | V7 , , , | I , , , |
Stambul
Keroncong:
Stambul
Keroncong berbentuk (A-B-A-B') x 2 = 16 birama x 2 = 32 birama, merupakan
modifikasi Stambul II yang 16 birama menjadi 32 birama (menyesuaikan standar
Keroncong Abadi yang 32 birama). Stambul merupakan jenis keroncong yang namanya
diambil dari bentuk sandiwara yang dikenal pada akhir abad ke-19 hingga paruh
awal abad ke-20 di Indonesia dengan nama Komedi
stambul. Nama "stambul" diambil dari Istambul di Turki.
Alur akord
Stambul Keroncong adalah sbb. (tanda - adalah tacet atau iringan tidak
dibunyikan):
· |I - - - | - - - - | - - - - |IV , , , | dibuka dg broken chord I utk mencari nada
· |IV , , , |IV , , , |IV , V ,|I , , , |
· |I , , , |I , , , |I , , , |V , , , |
· |V , , , |V , , , |V , , , |I , , , |
· |I , , , |I , , , |I , , , |IV , , , | 16 birama ini pengulangan dari 16 birama
pertama atau sama
· |IV , , , |IV , , , |IV , V , |I , , , |
· |I , , , |I , , , |I , , , |V , , , |
· |V , , , |V , , , |V , , , |I , , , |
Keroncong Asli
Keroncong asli
memiliki bentuk lagu A - B - B'. Lagu terdiri atas 8 baris, 8 baris x 4 birama
= 32 birama, di mana dibuka dengan PRELUDE 4 birama yang dimainkan secara
instrumental, kemudian disisipi INTERLUDE standar sebanyak 4 birama yang
dimainkan secara instrumental juga. Keroncong asli diawali oleh voorspel atau prelude, atau intro yang
diambil dari baris 7 (B3) mengarah ke nada/akord awal lagu, yang dilakukan oleh
alat musik melodi seperti seruling/flut, biola, atau gitar; dan tussenspel atau interlude atau intermezzo
di tengah-tengah setelah modulasi/modulatie/modulation
yang standar untuk semua keroncong asli: Alur akordnya seperti tersusun di
bawah ini:
· Pr |V , , , |I , I7 , |IV , V7 , |I , , , | Prelude 4 birama diambil dari baris ke-7 (B3)
· (A1) | I , , , | I , , , | V , , , | V , , , |
· (A2) |II# , , , | II# , , , | V , , , | Modulasi merupakan ciri keroncong asli
sebanyak 4 birama
· In |V , , , | V , , , | V , , , |IV , , , | Interlude 4 birama untuk semua lagu menjadi standar
· (B1) | IV , , ,| IV , , ,|V7 , , , | I , , , |
· (B2) |I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , I7 , |
· (B3) |IV , V7 , |I , I7 , | IV , V7 , |I , , , |
· (B2) | I , , , | V7 , , , | V7 , , ,| I , , , |
Kadensa
Keroncong Dalam Teori Musik Klasik dikenal 4 (empat) jenis Kadensa, di mana
Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni sebagai penutup pada akhir melodi atau
di tengah kalimat, sehingga bisa menutup sempurna melodi tersebut atau setengah
menutup (sementara) melodi tersebut. Sedangkan Tierce de Picardy boleh
dimasukan dalam Kadensa, dan pada Masa Keroncong Abadi tercipta satu Kadensa
baru, disebut Kadensa Keroncong dengan rangkaian penutup I-I7-IV-V7-I.
1.
Kadensa dengan rangkaian
V7-I disebut sebagai Kadensa Sempurna, karena sempurna menutup rangkaian
tersebut dan terasa berhenti sempurna.
2.
Tetapi kalau akord X-V7
menjadi akhir rangaian, maka disebut Kadensa Tidak Sempurna atau Setengah
Kadensa, misalnya rangkaian Super Tonik - Dominan Septim.
3.
Kalau rangkaian harmoni
diakhiri pada X-VI, maka disebut Kadensa Terputus, misalnya Doninan Septim -
Submedian.
4.
Dalam rangkaian IV-I
disebut Kadensa Plagal, mempunyai sifat sendu seperti kalau kita mengucap
"Amin" dalam salat.
5.
Lagu kunci minor ditutup
pada kunci mayor, disebut Tierce de Piecardy, jadi sebenarnya bukan kadensa,
namun biasanya dipakai dalam akhir lagu
6.
Kadensa Keroncong, khusus
dikembangkan dalam musik keroncong, yaitu rangkaian harmoni I7-IV-V7-I
Ismail Marzuki
(1914-1958) Komponis Ismail Marzuki termasuk hidup dalam Era Keroncong Abadi, namun lagu-lagunya sangat modern pada
zamannya, misalnya Sepasang Mata Bola
ditulis dalam kunci minor sehingga dapat dinyanyikan dengan iringan keroncong
seperti keroncong beat (1958).
Gambang
Keromong Gambang Keromong adalah salah satu gaya keroncong yang dikembangkan
oleh Etnis Tionghoa (gambang adalah alat musik bilah kayu seperti marimba,
sedangkan keromong adalah istilah lain dari kempul) yang dikembangkan sekitar
tahun 1922 di Kemayoran Jakarta (tanjidor), namun kemudian berkembang di
Semarang sekitar tahun 1949 (ingat lagu Gambang Semarang - Oey Yok Siang).
Sebenarnya Gambang Keromong yang lahir di Masa Keroncong Abadi 1920-1960 adalah
cikal bakal Campursari yang lahir pada Masa Keroncong Modern.
Masa Keemasan
(The Golden Age). Pada tahun 1952, Radio Republik Indonesia (RRI)
menyelenggarakan perlombaan Bintang Radio dengan 3 jenis, Keroncong, Hiburan
dan Seriosa. Di sanmping itu juga dilombakan mencipta lagu keroncong, salah
satu pememnag adalah Musisi Kusbini dengan lagu Keroncong Pastoral. Pada masa
akhir dari Keroncong Abadi (1920-1960) ini merupakan Masa Keemasan (Golden Age)
bagi musik keroncong.
3. Masa keroncong modern (1960-2000)
Perkembangan
keroncong masih di daerah Solo dan sekitarnya, namun muncul berbagai gaya baru
yang berbeda dengan Masa Keroncong Abadi (termasuk musisinya), dan merupakan
pembaruan sesuai dengan lingkungannya.
Mulai Masa
keroncong modern (1960-2000) semua aturan baku (pakem) Musik Keroncong tidak
berlaku, karena mengikuti aturan baku (pakem) Musik Pop yang berlaku universal,
misalnya tangga nada minor, moda pentatonis Jawa/Cina, rangkaian
harmoni diatonik dan kromatik, akord disonan, sifat politonal atau atonal (pada campursari),
tidak megenal lagi pakem bentuk keroncong
asli atau stambul, ada irama nuansa
dangdut (congdut), mulai tahun 1998 musik
rap mulai masuk (Bondan Prakoso), dlsb.
a) Langgam Jawa
Bentuk adaptasi
keroncong terhadap tradisi musik gamelan dikenal sebagai langgam Jawa, yang berbeda dari langgam yang dimaksud di sini.
Langgam Jawa memiliki ciri khusus pada penambahan instrumen antara lain siter,
kendang (bisa diwakili dengan modifikasi permainan cello ala kendang), saron, dan adanya bawa atau suluk berupa
introduksi vokal tanpa instrumen untuk membuka sebelum irama dimulai secara
utuh. Tahun 1968 Langgam Jawa berkembang menjadi Campursari.
Umumnya
mempunyai struktur lagu pop yaitu A - A - B - A atau juga A - B - C - D dangan
jumlah 32 birama. Lagu Langgam Jawa yang terkenal di tahun 1958 adalah ciptaan
Anjar Any (1936-2008): Yen Ing Tawang Ana Lintang (Tawang dalam Bahasa Jawa berarti: awang-awang, langit, dan makna lain
nama suatu desa di Magetan, Kalau di
Langit Ada Bintang). Langgam Jawa menjadi terkenal oleh Waljinah yang pernah sebagai juara tingkat sekolah SMP
di RRI Solo tahun 1958.
b) Keroncong Beat
Dimulai oleh
Yayasan Tetap Segar pimpinan Rudy Pirngadie, di Jakarta pada tahun 1959 dan
bisa mengiringi lagu barat pop (mau melangkah lebih bersifat universal). Pada
waktu itu Idris Sardi ikut tur ke New York World's Fair Amerika Serikat dengan biola tahun 1964 dengan maksud mau memperkenalkan
lagu pop barat (I left my heart in San
Fransico, pada waktu itu tahun 1964 lagu ini merupakan salah satu hit di
dunia) dengan iringan keroncong beat, namun dia kena denda melanggar hak cipta
akibat tanpa izin.
Dengan
Keroncong Beat maka berbagai lagu (bukan dengan rangkaian harmoni keroncong,
termsuk kunci Minor) dapat dinyanyikan seperti La Paloma, Monalisa, Widuri,
Mawar Berduri, dll.
c) Campur Sari
Di Gunung Kidul
(DI Yogyakarta) pada tahun 1968 Manthous memperkenalkan gabungan alat gamelan dan musik keroncong, yang kemudian
dikenal sebagai Campursari. Kini daerah Solo, Sragen, Ngawi, dan sekitarnya, terkenal sebagai pusat para
artis musik campursari. Bahkan Bupati Sukoharjo ikut meramaikan bursa campursari.
Keroncong
Koes-Plus
Koes
Plus dikenal sebagai perintis musik rock di Indonesia, pada sekitar tahun 1974
juga berjasa dalam musik keroncong yang rock. Keroncong Pertemuan adalah
Keroncong Koes Plus dengan struktur bentuk campuran (dalam bahasa Belanda
disebut Meng-vorm atau Inggris Combine form) antara Stambul II dan langgam
Keroncong.
Seandainya band
rock Indonesia bisa mengikuti jejak Koes-Plus untuk melestarikan budaya sendiri
seperti keroncong, maka betapa indah musik rock Indonesia dapat ngetop dengan
irama kampung halaman, berarti musik keroncong jangan mati (ucapan Gesang).
Mudah-mudahan Mbah, generasi muda Indonesia dapat melanjutkan musik keroncong .
d) Keroncong Dangdut (Congdut)
Keroncong
dangdut (Congdut) adalah jawaban atas derasnya pengaruh musik dangdut dalam musik populer di Indonesia sejak
1980-an. Seiring dengan menguatnya campur sari di pentas musik populer etnis
Jawa, sejumlah musisi, konon dimulai dari Surakarta, memasukkan unsur beat
dangdut ke dalam lagu-lagu langgam Jawa klasik maupun baru. Didi
Kempot adalah tokoh utama gerakan pembaruan ini. Lagu-lagu yang terkenal antara
lain Stasiun Balapan, Sewu Kuto.
Masa Kejayaan
Musik Keroncong. Pada Masa Keroncong Modern adalah Masa Kejayaan Musik
Keroncong, di mana terdengar di mana-mana musik Langgam Jawa, Keroncong Beat,
Campursari, koes Plus dan terakhir dengan Congdut dari Didi Kempot, hingga ke
Suriname dan Belanda (2004-2008). Rupa-rupanya ini merupakan puncak kejayaan
Musik Keroncong, sehingga Gesang khawatir bahwa Keroncong Akan Mati (2008,
ucapan beliau sebelum wafat).
4. Masa keroncong millenium (2000-kini)
Walaupun musik
keroncong di era millenium (tahun 2000-an) belum menjadi bagian dari industri
musik pop Indonesia, tetapi beberapa pihak masih mengapresiasi musik keroncong.
Kelompok musik Keroncong Merah Putih, kelompok
keroncong berbasis Bandung masih cukup aktif melakukan pertunjukan. Selain itu,
Bondan Prakoso dan grupnya Bondan Prakoso & Fade 2 Black,
menciptakan komposisi berjudul "Keroncong Bondol" yang berhasil
memadukan musik gaya rap dengan musik latar belakang irama keroncong. Pada
tahun 2008 @ Solo International Keroncong Festival, Harmony Chinese Music Group membuat suasana lain dengan memasukan unsur
alat musik tradisional Tionghoa dan menamainya sebagai Keroncong Mandarin.
F. Tokoh keroncong
Salah satu
tokoh Indonesia yang memiliki kontribusi cukup besar dalam membesarkan musik
keroncong adalah bapak Gesang. Lelaki asal kota Surakarta (Solo) ini bahkan
mendapatkan santunan setiap tahun dari pemerintah Jepang karena berhasil memperkenalkan musik
keroncong di sana. Salah satu lagunya yang paling terkenal
adalah(lagu)|Bengawan Solo. Lantaran pengabdiannya itulah, oleh Gesang dijuluki
"Buaya Keroncong" oleh insan keroncong Indonesia, sebutan untuk pakar
musik keroncong. Gesang menyebut irama keroncong pada MASA STAMBUL (1880-1920),
yang berkembang di Jakarta (Tugu , Kemayoran, dan Gambir) sebagai Keroncong
Cepat; sedangkan setelah pusat perkembangan pindah ke Solo (MASA KERONCONG
ABADI: 1920-1960) iramanya menjadi lebih lambat.
Asal muasal
sebutan "Buaya Keroncong" untuk Gesang berkisar pada lagu ciptaannya,
"Bengawan Solo". Bengawan
Solo adalah nama sungai yang berada di wilayah Surakarta. Seperti diketahui, buaya memiliki habitat di rawa dan sungai. Reptil terbesar itu di habitanya nyaris tak
terkalahkan, karena menjadi pemangsa yang ganas. Pengandaian semacam itulah
yang mendasari mengapa Gesang disebut sebagai "Buaya Keroncong".
Di sisi lain
nama Anjar Any (Solo, pencipta Langgam Jawa lebih dari 2000 lagu yang meninggal
tahun 2008) juga mempunyai andil dalam keroncong untuk Langgam Jawa beserta
Waljinah (Solo), sedangkan R. Pirngadie (Jakarta) untuk Keroncong Beat,
Manthous (Gunung Kidul, Yogyakarta) untuk Campursari dan Koe Plus
(Solo/Jakarta) untuk Keroncong Rock, serta Didi Kempot (Ngawi) untuk dangdut.
Penutup
Secara umum keroncong
merupakan nama dari instrumen musik sejenis ukulele dan juga sebagai nama dari
jenis musik khas Indonesia yang menggunakan instrumen
musik keroncong, flute,
dan seorang penyanyi wanita.
Keroncong
adalah sejenis musik Indonesia yang memiliki hubungan historis dengan
sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado. Sejarah keroncong di Indonesia dapat ditarik hingga akhir abad ke-16,
di saat kekuatan Portugis mulai melemah di Nusantara. Keroncong berawal dari musik yang dimainkan
para budak dan opsir Portugis dari daratan India (Goa) serta Maluku. Bentuk awal musik ini disebut moresco.
Alat musik yang dipakai dalam orkes keroncong
mencakup :Cukulele, gitar akustik kecil berdawai 3 (nylon), urutan nadanya
adalah G, B dan E, Cak, gitar akustik kecil berdawai 4 (baja), urutan nadanya
A, D, Fis, dan B. Jadi ketika alat musik lainnya memainkan tangga nada C, cak
bermain pada tangga nada F (dikenal dengan sebutan In F),Gitar akustik,Biola,Seruling,
Flute,Double Bass, Cello,Cuk, Bass, Akordion.
Empat tahap
masa perkembangan keroncong adalah Masa keroncong tempo doeloe
(1880-1920), Masa keroncong abadi
(1920-1960), dan Masa keroncong modern
(1960-2000), serta Masa keroncong
millenium (2000-kini) dan
salah satu tokoh Indonesia yang memiliki
kontribusi cukup besar dalam membesarkan musik keroncong adalah bapak Gesang
Search Engine Submission - AddMe