♠ Posted by IMM Tarbiyah in Kuliah Agama at 18.14
PENDAHULUAN
1. Latar belakang masalah
Allah
menjadikan segala sesuatu melalui sebab musabab dan menurut suatu ukuran. Tidak seorang pun manusia lahir dan
melihat cahaya kehidupan tanpa melalui sebab musabab dan berbagai tahap
perkembangan . demikianlah sunatulloh didalam ala ini. Sejarah, adalah saksi
yang benar menetapkan kebenaran ini. Seseorang ahli sejarah yang hendak kembali
sesustu dari perkembangan sejarah, haruslah mengetahui sebab-sebab kejadian dan
pendorong-pendorongnya, jika dia ingin mengetahui hakikat sejarahnya itu.
Sebenarnya, bukan sejarah saja yang memerlukan hal demikian, ilmu-ilmu tabiat,
ilmu-ilmu kemasyarakatan dan kebudayaan serta kesusastraan jug memerlukan sebab
musabab, memerlukan mabda dan ghiyah.
Ayat-ayat Al-quran yanh Alloh
turunkan, juga memerlukan sebab –sebab turunnya.pendapat-pendapat ahli tafsir,
tidaklah dapat menguraikan segala kesimpulan dan tidaklah pula dapat
menerangkan segala mutasyabihat sebaghaimana tidak menjelaskan segala yang
mujmal.
Walaupun kita telah mengetahui
kaidah-kaidah bahasa arab, adab-adab bahasa dan apa yang dikehendaki oleh
kata-kata tunggal, namun kita tetap memerlukan pengetahuan tentang
peristiwa-peristiwa yang menyebabka ayat-ayat itu diturunkan. Hal ini tidaklah
mungkin diterangkan oleh pengertian kalimat itu sendiri.
Akan tetapi, walaupun kita telah
mengetahui sebab nuzulnya ayat, namun kita masih juga memerlukan sesuatu yang
lain, karna sebab-sebab yang diterangkan oleh ahli-ahli sejarah kadang-kadang
tidak benrar.
Didalam menghadapi asbabunnuzul,
dari segi keagamaan, haruslah kita menggalinya dari segi kenyataan sendiri dan
lantaran demikian, penting kita mengetahui sebab nuzul ayat. Para ulama tidak
membolehkan kita menafsirkn Al-quran apabila kita tidak mengetahui sebab-sebab
nuzulnya ayat.
2. perumusan masalah
1. Pengertian Asbabun Nuzul
2. Macam – macam Redaksi Asbabun Nuzul dan Maknanya
3. Urgensi memepelajari Asbabun Nuzul
4. Cara memperoleh Asbabun Nuzul
5. Beberapa riwayat tentang Asbabun Nuzul
6. Banyak ayat satu sebab
7. Ayat lebih dahulu turun daripada hukumnya
8. Beberapa ayat turun berkenaan dengan satu orang
1. Pengertian Asbabun Nuzul
Secara etimologis Asbabun Nuzul terdiri dari
dua kata yaitu asbab , jamak dari sabab yang
berarti sebab atau latar belakang dan nuzul yang
berarti turun.
Secara terminologis Asbabun Nuzul adalah sesuatu menjadi sebab turun atau sesuatu ayat
atau beberapa ayat atau suatu pernyataan yang menjadi sebab turunnya ayat
sebagai jawaban, atau sebagai penjelas yang diturunkan pada waktu terjadinya
peristiwa .
Menurut pendapat beberapa ahli , M. Hasbi Ash Shiddieqy mengartikan
asbabun nuzul sebagai peristiwa Al quran untuk menjadi pedoman hukum dari hati timbulnya kejadin – kejadian itu
dan suasana dimana Al quran diturunkan langsung setelah terjadinya sebab itu
ataupun lantaran karena sesuatu hikmah.[1]
Nurcholis Madjid menyatakan bahwa asbabun nuul adalah konsep ,
teori atau berita tentang adanya sebab – sebab turunnya wahyu tertentu dari al
quran kepada Nabi SAW, baik berupa satu
ayat , satu rangkaian ayat maupun satu surat. Subhi Shalih menyatakan bahwa asbabun nuzul itu sangat berkenaan
dengan sesuatu yang menjadi sebab turunnya sebuah ayat atau beberapa ayat
,suatu pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat sebagai jawaban,atau sebagai
penjelasan yang diturunkan pada waktu terjadinya suatu peristiwa.[2]
Az Zarqani berpendapat bahwa asbabun nuzul adalah keterangan
mengenai suatu ayat atau rangkaian ayat yang berisi tentang sebab-sebab
turunnya atau menjelaskan hukum suatu kasus pada waktu kejadiannya.[3]
Dari pengertian tersebut diatas
dapat ditarik 2 kategori mengenai sebab turunnya suatu ayat. Pertama, suatu ayat turun ketika terjadi suatu
peristiwa. Sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abbas tentang perintah alloh kepada
Nabi SAW .naik ke bukit shafa dan memperingatkan kaum kerabatnya tentang azab
yang pedih. Ketika itu Abu Lahab berkata ,” Celakalah engkau, apakah engkau
mengumpulkan kami hanya untuk urusan ini .?”, lalu ia berdiri . Maka turunlah
surat Al lahab .Kedua, suatu ayat turun apabila Rosululloh ditanya tentang
sesuatu hal , maka turunlah ayat Al Quran yang menerangkan hukumnya .
Seperti pengaduan Khaulah binti
Sa’labah kepada Nabi SAW. Berkenaan dengan zihar yang dijatuhkan suaminya , Aus
bin Samit, padahal Khaulah telah menghabiskan masa mudanya dan telah sering
melahirkan karenanya. Namun sekarang ia dikenai zihar yang dijatuhkan suaminya
, Aus Bin Samit, padahal Khaulah telah menghabiskan masa mudanya dan sering
melahirkan karenanya. Namun sekarang ia dikenai zihar oleh suaminya ketika
sudah tua dan tidak melahirkn lagi . Kemudian turunlah ayat, “ Sesungguhnya alloh telah mendengar perkataan
perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya” , yakni Aus bin Samit .
Asbabun nuzul menggambarkan bahwa
ayat – ayat Al-qur’an mempunyai hubungan dialektis dengan fenomena
sosio–cultural masyarakat . Namun demikian , perlu dibuktikan bahwa asbabun
nuzul tidak berhubungan secara kausal
dengan materi yang bersangkutan . Artinya, tidak bisa diterima pernyataan bahwa
jika suatu sebab tidak ada, maka ayat itu tidak akan turun .
2. Macam – macam redaksi Asbabun
Nuzul dan maknanya .
Asbabun nuzul mempunyai beberapa
redaksi periwayatan dan makna.
Pertama, berupa pernyataan tegas dan jelas dengan menggunakan kata sebab,
seperti “ Sababu nuzulil ayah kadza”
, dengan menggunakann fa’ ta’ qibiyah
yang bersambung denga kata nuzul, seperti “… fa’ anzalallahu… “, tidak menggunakan kata sebab dan fa’ taqibiyah
, tetapi dapat dipahami sebagai sebab dalam konteks jawaban atau suatu
pertanyaan yang diajukan Rosululloh, seperti Hadist Riwayat Ibnu Mas’ud ,ketika
nabi SAW ., ditanya tentang ruh .
Kedua, berupa peryataan tidak tegas dan jelas , seperti ungkapan , “ nuzilat dadzihil ayatu fi kadza”, “ ahsibu
hadzihil ayat nuzilat fi kadza” , atau “ ma ahsibu hadzihil ayat nuzilat fi
kadza” . Redaksi semacam ini bisa jadi merupakan penjelasan kandungan hukum
ayat yang dimaksud . Dengan pernyataan itu dan pernyataan selanjutnya perawi
tidak memastikannya sebagai asbabun nuzul. Redaksi-redaksi tersebut mengandung kemungkinan menunjukan sebab nuzul dan hal yang lain. Pendapat
senada dikemukakan oleh Ibnu Ta’imiyah . Sementara Az Zarkasyi menyatakan bahwa
hal itu berdasar kepada kebiasaan sahabat dan tabi’in . Bila seseorang diantara
mereka menggunakan lafal tidak jelas seperti menunjukan kandungan hukum dan
bukan sebab turunnya ayat, maka hal itu merupakan jenis pengambilan dalil
(istidlal) terhadap suatu ayat dan bukan
periwayatan peristiwa .
Selanjutnya , jika ada dua redaksi
yang menunjukan satu objek persoalan, maka redaksi yang tegaslah yang harus
menjadi pegangan. Seperti riwayat Muslim dari Jabir tentang sebab nuzul QS Al
Baqoroh (2) : 233 dan riwayat Bukhari
dan Ibnu Umar .Riwayat Jabir dipegang sebagai fa’ ta’qibiyah “fa’anzalallahu”, sedangkan riwayat dari Ibnu Umar
dianggap sebagai penjelasannya.
3. Urgensi Mempelajari Asbabun Nuzul
Al Quran merupakan formulasi kalamulloh dalam bentuk al quran yang
diorientasikan bagi kemaslahatan manusia . Dalam hal ini manusia, dijadikan
objek yang harus menerima tekssecara deduktif (doctrinal) ,yang berlaku dalam
setiap teks – teks skriptual. Konsekuensinya, ketika al quran telah menjadi
mushaf, manusia harus memposisikannya
sebagai objek penafsiran, demi efektivitas dan pengejawantahan aksiologi al
quran dalam kehidupan .
Selanjutnya, mengenai urgensi
asbabun nuzul, Alwahidi menyatakan bahwa tidak mungkin mengetahui tafsiran
suatu ayat tanpa mengetahui kisah dan penjelasan turunnya ayat. Sementara Ibnu
Daqiq Al ‘id menyatakan bahwa penjelasan tentang asbabun nuzul merupakan salah
satu jalan yang baik dalam rangka memahami makna Al Quran . Pendapat senada dikemukakan oleh Ibnu
Taimiyah, bahwa mengetahui asbabun nuzul akan membantu seseorang dalam memahami
ayat, karna pengatahuan tentang sebab akan melahirkan pengetahuan tentang
akibat .
Melalui Asbabun nuzul, pertama,
seseorang dapat mengetahui hikmah dibalik syariat yang diturunkan melalui sebab tertentu .
Kedua, seseorang dapat mengetahui pelaku atau orang yang terlibat dala,
peristiwa yang mendahului turunnya ayat . Ketiga, seseorang dapat menetukan
apakah ayat yang mengandung pesan khususatau umum dan dalam keadaan bagaimana
ayat itu mesti diterapakan. Keempat,
seseorang telah mengetahui bahwa
alloh selalu memberikan perhatian penuh pada Rosululloh bersama para hambanya .
Studi tentang asbabun nuzul akan
selalu menemukan relevensinya sepanjang perjalanan peradaban manusia, mengingat
asbabun nuzul menjadi tolak ukur sebagai upaya kontekstualisasi teks – teks al
quran dalam setiap ruang dan waktu serta psiko-sosio-historis yang menyertai
derap langkah manusia. Al wahidi mengatakan “ Tidaklah mungkin kita mengetahui
tafsir ayat, tanpa mengetahui kisahnya dan sebab turunnya ”.
Demikaian juga Ibnu Taimiyah
mengatakan “ Mengetahui sebab nuzul membantu kita untuk memahami ayat, karena
sesungguhnya mengetahui sebab menghasilkan pengetahuan tentang yang disebabkan
“.
4.
Cara memperoleh Asbabun nuzul
Asbabun nuzul bisa didapat dengan cara
menyadur riwayat, namun peristiwa masa lalu banyak yang tidak
terkdokumentasikan dengan rapi. Karnanya kebanyakan riwayat manqul tidak
terlalu memperhatikan ( mengabaikan ) sumber rujukan yang bisa dipercaya
kalaupun ada jumlahnya sangat sedikit, kebanyakan sanadnya lemah atau bertolak
belakang ( dengan kandungan ayat ) dan membingungkan.
Wahidi, dalam Asbabun nuzulnya
berpendapat bahwa tidak boleh menyertakan pendapat ( pribadi ) terkait dengan
Asbabun nuzul ayat-ayat Al-qur’an, kecuali ada riwayat yang benat dan dapat
dipercaya, atau diriwayatkan oleh orang-orang yang menyaksikan sendiri peristiwa-peristiwa
yang terjadi pada zaman itu, jika hatus berpendapat maka itu harus dilakukan
dengan menyingkirkan dugaan dan isu yang tidak mendasar.
Wahidi
meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah S.A.W bersabda “ janganlah kalian menukil hadits kecuali
memiliki pengetahuan yang benar tentangnya, barang siapa yang berbohong
kepadaku dan Al-qur’an, maka bersiaplah menjadi penghuni neraka”. Karnanya
Salafus salih tidak akan berbicara tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan Al-qur’an tanpa dasar yang kuat dan dapat dipercaya.
Dengan demikian,
cara memeperoleh Asbabun nuzul adalah dengan cara menyadur riwayat dan tidak
boleh menyertaknanpendapat pribadi terkai dengan Asbabun nuzul ayat-ayat
Al-qur’an kecuali ada riwayat yang benar dan dapat dipercaya.
5. Beberapa riwayat tentang
Asbabun nuzul.
a)
Apabila bentuk-bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, seperti “
ayat ini turun mengenai urusan ini, atau “ aku mengira ayat ini turun mengenai
“ tidak ada kontradiksi diantara riwayat-riwayat itu. Sebab maksud
riwayat-riwayat tersebut adalah
menafsirkan tau menjelaskan bahwa hal itu termasuk kedalam makna ayat yang
disimpulkan darinya, bukan menyebutkan Asbabun nuzul, kecuali bila ada indikasi
pada salah satu riawayat yang menunjuk kepad kejelasan Asbabun nuzul.
b)
Jika salah satu redaksi riwayat itu tidak tegas, misalnya “ ayat
ini turun mengenai urusuan ini “, sedang riwayat lain menyebutkan Asbabun nuzul
dengan tegas yang berbeda dengan riwayat yang pertama, maka yang jadi pegangan
adalah riwayat yang menyebutkan Asbabun nuzul secara tegas itu, dan riwayat
yang tidak tegas dipandang termasuk didalam hukum ayat.
c)
Jika riwayat itu banyak dan sumuanya menegaskan Asbabun nuzul salah
satu riwayat diantaranya shahih, maka yang dijadikan pegangan adalah riwayat
yang shahih.
d)
Apabila riwayat-riwayat itu sama shahih namun terdapat segi yang
memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perowi dalam kisah tersebut atau
salah satu dari riwayat itu lebih shahih, maka riwayat yang lebih kuat itulah
yang didahulukan.
6. Banyak ayat satu sebab
Terkadang banyak ayat yang turun,
sedang sebabnya hanya satu ayat. Dalam hal ini tidak ada masalah yang cukup
penting, karna itu banyak ayat yang turun didalam berbagai surat berkenaan
dengan suatu peristiwa. Contohnya ialah apa yang diriwayatkan Said bin Mansur,
Adurrozzaq, At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnul mundzir, Ibnu Abi Hatim,
Ath-Thabarani, dan Al-Hakim mengatakan shahih, dari Ummu salamah, ia berkata :
“ Wahai
Rasullulah, aku tidak mendengar Alloh menyebutkan kaum perempuan sedikit mengenai
hijrah. Maka Alloh menurunkan : “ maka Tuhan mereka memperkenankan
permohonannya ( dengan berfirman ) ;
Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara
kamu, baik laki-laki atau perempuan, ( karna ) sebagian kamu adalah turunan
dari sebagian yang lain…”(Ali-‘Imran : 195 )
Al-hakim
meriwayatkan dari Ummu salamah, ia berkata : “ kaum laki-laki berperang sedang
perempuan tidak. Disamping itu kami hanya memperoleh warisan setengah bagian
dibanding laki-laki ? maka Alloh menurunkan ayat ; apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanitapun ada bagian dari apa
yang Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan kapada sebagian
kamu lebih banyak dari sebagian yang lain karena bagi orang laki-laki ada
bagian dari mereka usahakan pula…(
An-Nisa : 32 ). Dan ayat ; ” Sesungguhnyalaki-laki
dan perempuan yang muslim...”.Kedua ayat diatas turun karena satu sebab.
7. Ayat lebih dahulu turun daripada
Hukumnya
Dalam Al-Burhan, Az-Zarkasyi menulis
satu pembahasan yang berhubungan dengan Asbabun Nuzul, tajuknya ”penurunan ayat
lebih dahulu daripada hukumnya”.Ia mengemukakan contoh yang tidak menunjukan
bahwa ayat itu turun mengenai hukum tertentu, kemudian pengamalannya datang
sesudahnya. Tetapi hal tersebut menunjukkan bahwa ayat itu diturunkan dengan
satu lafadz ( global ), yang mengandung arti lebih dari satu, kemudian
penafsirannya dihubungkan dengan salah satu arti tersebut sehingga ayat tadi
mengacu kepada hukum yang datang kemudian. Di dalam al-Burhan disebutkan, “sesungghuhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”. ( Al-A’la: 14 ).ayant tersebut dijadikan dalil untuk zakat
fitrah.
Demikian ayat yang turun di Mekkah:
“ golongan itu pasti akan dikalahkan dan akan mundur ke belakang”. (
Al-Qomar: 45 ) Umar bin Khattab mengatakan, “aku tidak mengerti golongan mana
yang akan dikalahkan itu. Namun ketika terjadi perang tersebut aku melihat
Rasulullah berkata, “golongan itu pasti akan dikalahkan dan akan mundur ke
belakang”.
8. Beberapa
ayat turun berkaitan dengan satu orang
Terkadang seorang sahabat mengalami
beberapa kali peristiwa. Al-qur’an juga demikian, turun mengiringi setiap
peristiwa. Ia banyak turun sesuai dengan banyaknyaperistiwa yang terjadi.
Misalnya, apa yang diriwayatkan Al-Bukhari dalam kitab “ Al-Adab Al-Mufrad “
tentang berbakti kepada orang tua. Dari Sa’ad Bin Abi Waqqash, ia berkata :
ketika ibuku bersumpah bahw ia tidak akan makan dan minum sebelum aku
meninggalkan Muhammad, lalu Alloh menurunkan ayat “ Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu
yang kamu tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya dn pergaulilah keduanya diduni dengan baik “.(Luqman : 15) Kedua;
ketika aku mengambil sebilah pedang dan mengaguminya, maka aku berkata kepada
Rasullulah “ wahai Rasullulah, berikanlah kepadaku pedang ini, maka turunlah
ayat “ mereka bertanya kepadamu tentng
pembagian harta rampasan perang “. (Al-Anfal : 1 )Ketiga; ketiaka aku
sedang sakit, Rasullulah mengunjungiku, aku bertanya kepada beliau “Wahai Rasullulah,
aku ingin membagikan hartaku, bolehkanh aku mewasiatkan separuhnya ??“ Beliau
menjawab “ Tidak boleh “,Aku bertanya, “ Bagaimana kalau sepertiganya ??”
Rasullulah diam. Maka wasiat dengan sepertiga harta itu diperbolehkan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa banyak ayat yang turun berkaitan dengan satu orang.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Asbabun Nuzul adalah sesuatu menjadi sebab turun atau sesuatu ayat
atau berapa ayat atau suatu pernyataan yang menjadi sebab turunnya ayat sebagai
jawaban, atau sebagai penjelas yang diturunkan pada waktu terjadinya peristiwa
. Macam-macam redaksi Asbabun Nuzul, pertama : berupa pernyataan tegas dan
jelas dengan menggunakan kata sebab, kedua : berupa peryataan tidak tegas dan
jelas. Urgansi mempelajari Asbabun Nuzul adalah seseorang dapat mengetahui
hikmah dibalik syariat yang diturunkan
melalui sebab tertentu, seseorang dapat mengetahui pelaku atau orang yang
terlibat dalam peristiwa yang mendahului turunnya ayat.
Cara memperoleh Asbabun Nuzul bisa
didapat dengan cara menyadur riwayat, tidak boleh menyertakan pendapat (
pribadi ) terkait dengan Asbabun nuzul ayat-ayat Al-qur’an, kecuali ada riwayat
yang benat dan dapat dipercaya, atau diriwayatkan oleh orang-orang yang
menyaksikan sendiri peristiwa-peristiwa yang terjadi pada zaman itu. Terkadang
banyak ayat yang turun sedangkan sebabnya hanya satu, dalam hal ini tidak ada
masalah yang cukup penting, karna itu banyak ayat yang turun didalam berbagai
surat berkenaan dengan suatu peristiwa.
Beberapa riwayat tentang Asbabun
Nuzul seperti bentuk-bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, salah satu redaksi
riwayat itu tidak tegas, jika salah satu riwayat shahih maka yang jadi pegangan
adalah riwayat yang shahih, apabila riwayat itu sama-sama shahih, namun
terdapat segi yang memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perowi dalam
kisah tersebut atau salah satu dari riwayat itu lebih shahih, maka riwayat yang
lebih kuat itu yang didahulukan
2.
Saran
Kami menyadari didalam makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan, karna penulis masih dalam tahap pembelajaran,
oleh karnanya kritik dan saran yang konstruktif
senantiasa kami harapkan dari para pembaca. Semoga melalui makalah ini
para pembaca dapat mengambil manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain dan
dapat mendorong pembaca untuk lebih mendalami tentang Asbabun Nuzul.
Daftar
Pustaka
1. Al-Qathan Mana, Pengantar
Studi Ilmu Al-quran, 2006, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar
2. As-Subki As-Shalih, Membahas
Ilmu-ilmu Al-quran, 1990, Jakarta : Pustaka Firdaus
3. Ma’rifat M. Al-Hadi, Sejarah
Al-quran, 2007, Jakarta : Al-Huda
4. Ash Shiddiqie Tengku Muhammad Hasbi, Ilmu-ilmu Al-quran, 2002, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra
5. M.H Thabathaba’I Allamah, Mengungkap
Rahasia Al-quran, 1995, Bandung : Mizan
[1] M. Hasbi As Shiddieqy, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Bulan Bintang,1990), hlm. 64
[2] Nurcholis Madjid, “Konsep
Asbabun Nuzul: Relefansinya bagi Pandangan Historis Segi-Segi Tertentu Ajaran
Keagamaan”, dalam Budhy Munawar Rahman (ed.) Kontekstualisasai Doktrin Islam
dalam Sejarah (Jakarta: Yayasan Paramadina,1994),hlm. 24
[3] Subhi Shalih, Membahas Ilmu –
Ilmu Al Quran , terj. Nur Rakhim dkk. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), hlm.
160