PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMEMPUAN KREATIFITAS SISWA

♠ Posted by IMM Tarbiyah in at 10.19

Materi Puisi merupakan salah satu sub dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia yang ada dalam pendidikan yang ada di Indonesia. Berpuisi merupakan kemampuan menulis dan membaca yang melibatkan aspek lafal, intonasi, kebermaknaan, ekspresi dan gagasan. Berpuisi sangat penting dalam membangun karakter siswa karena mengandung unsur seni. Didalamnya ada aspek rasa keindahan, baik sebagai karya tulis maupun dalam penyajiannya, sehingga dalam berpuisi, kecerdasan intelektual, emosional, dan bahkan spiritual siswa dapat tumbuh dan berkembang.
Puisi dapat diartikan sebagai hasil karya tulis yang mengandung unsur seni. Karena puisi adalah hasil buah fikir manusia dalam bentuk tulisan yang penuh dengan rasa keindahan ( rasa-emosi ).

Dalam berpuisi, baik waktu menulis, membaca, maupun mendegarkannya, ada nuansa khusus sehingga emosional penulis, pembaca, ataupun pendengarnya terbawa hanyut oleh jiwa dari puisi itu. Dengan demikian, melalui berpuisi sekaligus dapat membangkitkan dan mengembangkan potensi emosional ( afektif, rasa-budi ) sekaligus kemampuan berfikir ( cognitive, akal-fikir ), dan ketrampilan psikis ( Bloom, BS dalam Erman, 2003 ). Dengan berpuisi, lengkaplah pengembangan potensi individu tersebut diatas, karena ketiganya selalu terbawa.
Lain halnya dengan cabang mata pelajaran yang lain yang cenderung lebih memberikan penekanan pada salah satu aspek jati diri manusia, terutama aspek kognitif. Sehingga dihawatirkan manusia menjadi robot computer, sebaliknya bila tanpa kognitif cenderung hewani, dan bila hanya afektif yang dominan cenderung emosional dan tidak rasional.
Pembelajaran membaca dan menulis puisi, yang melibatkan ketepatan aspek lafal, intonasi, kebermaknaan, ekspresi dan gagasan sangatlah penting bagi siswa dalam mengembangkan ketiga potensi dia atas, agar belajar menjadi benar-benar menjadi aktifitas memanusiakan manusia secara utuh. Inilah hakekat sebenarya dalam pembelajaran. Seperti dikemukakan oleh Goldman bahwa kecerdasan individu terbagi dalam kecerdasan intelektual ( IQ ) pada otak kiri dan kecerdasan emosional ( EQ ) pada otak kanan yang saling mempengaruhi, dimana IQ berkontribusi untuk sukses hanya sekitar 20% sedangakan EQ bisa mencapai 40%. Pembelajaran berpuisi yang melibatkan otak kanan dan kiri, bahkan kecerdasan intelektual ( SQ ), kedudukannya menjadi sangat penting dalam melatih dan mengembangkan ketiga kecerdasan tersebut untuk setiap individu dalam mengembangkan potensinya secara terpadu.
Namun pembelajaran puisi ini masih kurang diminati oleh siswa, karena belum tumbuhnya kesadaran akan peran berpuisi yang bisa mengembangkan IQ, EQ dan SQ. Mereka tidak biasa dan tidak membiasakan berkomunikasi, sehingga yang tumbuh adalah rasa rendah diri, pemalu dan rasa takut salah. Padahal, dengan berpuisi siswa akan terlatih dalam menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan berkreasi ( kreatifitas ) melalui kegiatan eksplorasi, inquiri, penalaran dan komunikasi.
Menurut teori belajar Mutakhir (Peter Sheal, 2004:7 ) mengemukakan bahwa belajar yang paling bermakna hingga mencapai 90% adalah dengan cara melakukan-mengalaminya langsung dan mengkomunikasikan. Disini guru dituntut untuk membelajarkan siswa sebagai subjek, yakni dalam pembelajarannya selalu dikaitkan dengan dunia nyata.
Siswa belajar lebih bermakna melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiyah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar.
Dengan pembelajaran seperti ini, pengetahuan bukan lagi seperangkat fakta, konsep, dan aturan yang siap diterima siswa, melainkan harus dibangun sendiri oleh siswa dengan difasiliatasi dari guru. Siswa belajar dengan mengalami sendiri, mengkontruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Siswa harus tahu makna belajar dan menyadarinya, sehingga pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya dapat dipergunakan untuk bekal kehidupannya.
Pembelajaran dengan cara seperti di atas disebut pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ( Contextual Teaching and Learning, CTL ), yaitu dengan cara guru memulai pembelajaran yang dimulai atau dikaitkan dengan dunia nyata yaitu diawali dengan bercerita atau Tanya jawab lisan tentang kondisi actual dalam kehidupan siswa, kemudian diarahkan malalui modeling agar siswa termotifasi, berfikir, membangun pengertian, menemukan konsep, bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman, bisa mereview kembali pengalaman belajarnya, serta bisa memberikan penilaian yang objektif.
Kreativitas berarti kemampuan menciptakan sesuatu yang baru. Kemampuan kreatifitas menurut Munandar ( Reni, A, 2001 ) berkenaan dengan 3 hal, yaitu kemampuan mengkombinasi, memecahkan masalah, dan operasioal. Kemampuan mengkombinasi berdasarkan data-data yang ada, memecahkan masalah berdasarkan informasi yang ada menemukan keragaman solusi dengan penekanan pada aspek kualitas dan efektifitas, dan operasional berdasarkan pada kelancaran-keluwesan-orisinalitas.
Ditinjau dari segi kemampuan aktivitas otak kaitannya dengan kreativitas, ternyata potensi tersebut telah tersedia. Buzan ( Erman, 2004 ) mengemukakan bahwa otak mengolah informasi dalam bentuk hubungan fungsional antar konsep, berupa peta konsep, sehingga terjalin kaitan antar konsep yang satu dengan yang lain. Dengan pola seperti ini, proses belajar siswa diusahakan agar tidak hanya berasimilasi ( menyerap pengetahuan ) akan tetapi dikombinasikan dengan akomodasi ( mengkontruksi Pengetahuan ). Kemampuan otak dalam memproses informasi tersebut, sebagai potensi individu-anugrah dari Allah SWT, Buzan ( Erman, 2004 ) mengemukakan bahwa otak dapat memproses informasi sebanyak 600-800 kata permenit. Dengan kemampuan otak yang begitu hebat, patut kita syukuri dengan memanfaatkannya dalam kegiatan positif, yaitu dengan cara belajar pada setiap situasi untuk membekali diri. Jika tidak, dan dibiarkan menganggur, maka otak dengan sendirinya akan bekerja pada hal-hal yang kurang bermanfaat seperti berangan-angan dan melamun.
Munandar mengemukakan bahwa ciri-ciri kemampuan kreatifitas adalah sebagai berikut :
  1. Aptitude : berfikir lancar, berfikir luwes, berfikir rasional, ketrampilan elaborasi ( teliti ), ketrampilan menilai.
  2. Afektif : rasa ingin tahu, imajinatif, tertantang, berani ambil resiko, menghargai.
Pengembangan kreativitas siswa bisa dilakukan dengan cara memberikan bimbingan dalam memecahkan masalah melalui klasifikasi, brainstorming, dan ganjaran.
Menurut hemat saya, dalam suatu proses pembelajaran memang, pengalaman pribadi akan menjadikan kita tidak hanya megetahui dan memahami saja, melainkan kita akan lebih bisa memaknai proses dalam kehidupan. Biasanya siswa pun akan dengan mudah bisa mengikuti proses belajar, karena siswa disini tidak diatur-atur oleh guru, tapi siswa bisa memikirkan dan melakukan apa yang akan diperbuatnya.