METODE HERMENEUTIKA TEMBANG "LIR-ILIR"

♠ Posted by IMM Tarbiyah in at 06.58
A.           PENDAHULUAN.
Lagu lir-ilir sudah pasti sangat akrab di telinga kita, apalagi orang jawa yang notabene adalah berada pada daerah penyebaran agama oleh Wali Songo. Semasa kita kecil, lagu itu adalah lagu dolanan saat kita sedang memainkan sebuah permainan. Lagu ini sebenarnya bukan sekedar lagu dolanan biasa, akan tetapi punya makna yang sangat mendalam. Oleh karena itu penulis sangat tertarik untuk menganalisis lagu tersebut. Karena tidak sekedar untuk menikmati lagunya, akan tetapi yang lebih penting direnungkan dan ambil maknanya.
Tidak sedikit orang menafsiri lagu tersebut baik dalam konteks hubungannya dengan sejarah, syariat islam, maupun hakikat dari makna yang terkandung di dalamnya. Dan mungkin penafsirannya pun berbeda-beda. Lantas. Mengapa setiap orang yang menafsiri lagu ini selalu dihubungkan dengan agama islam?


B.           TEORI DAN METODE HERMENEUTIKA DALAM PERSPEKTIF PAUL RICOEUR.
Melalui bukunya, De l’ interpretation (1995), Paul Ricoeur mangatakan bahwa hermeneutika merupakan “teori mengenai aturan-aturan penafsiran, yaitu penafsiran terhadap teks tertentu, atau tanda, atau simbol, yang dianggap sebagai teks” (via Abdul Wachid B.S, 2008: 24).
Cara menafsiri teks harus melalui tiga macam berikut, yakni (1) maksud pengarang (teks), (2) situasi kultural dan kondisi sosial pengadaan teks (konteks), dan (3) untuk siapa teks itu dimaksudkan (kontekstualisasi) (Ricoeur; Sumaryono, 1999: 109; Faiz, Cet. III, 2003:12 via Abdul Wachid B.S, 2008: 28)
Langkah-langkah pemahaman teks menurut Paul Ricoeur yang tersusun dalam bukunya The Interpretation Theory: Discoourse and the Surplus of Meaning, yaitu :
1.                  langkah simbolik atau pemahaman dari simbol-simbol;
2.                  pemberian makna oleh symbol serta “penggalian” yang cermat atas makna;
3.                  langkah filosofis, yaitu berpikir dengan menggunakan symbol sebagai titik tolaknya (Ricoeur, Terj. Hery, Cet. II, 2003: 162-164; Sumaryono, 1999: 111; Faiz, Cet. III, 2003: 36 via Abdul Wachid B.S, 2008: 30).

C.           ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN.
1.            Inventarisasi Simbol dan Penafsirannya Secara Menyeluruh dan Utuh.
Lirik lagu lir-ilir di bawah ini merupakan simbol untuk menafsiri melalui hermeneutika menurut Paulo Ricoeur.

Lir-ilir, lir-ilir
Tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo, tak senggo penganten anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane
Yo surak o.. surak hiyo
Berikut merupakan penafsiran dari simbol di atas :
·                    Lir-ilir tandure wis sumilir
(Bangunlah, bangunlah, tanamannya telah bersemi)
“mengingatkan kepada orang islam untuk segera bangun dan bergerak. Karena saatnya telah tiba, bagaikan tanaman yang telah siap dipanen, demikian pula rakyat di Jawa saat itu (setelah kejatuhan Majapahit) telah siap menerima petunjuk dan ajaran Islam dari para wali”.
·                    Tak ijo royo-royo, tak senggo temanten anyar
(bagaikan warna hijau yang menyejukkan, bagaikan sepasang pengantin baru)
 “hijau adalah warna kejayaan islam, dan agama islam disini digambarkan seperti pengantin baru yang menarik hati siapapun yang melihatnya dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang sekitarnya”.
·                    Cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi
(anak gembala, anak gembala, tolong panjatkan belimbing itu)
“yang dimaksud anak gembala adalah para pemimpin. Dan belimbing adalah buah bersegi lima, yang merupakan simbol dari lima rukun islam dan sholat lima waktu. Jadi para pemimpin diperintahkan untuk memberi contoh kepada rakyatnya dengan menjalankan ajaran Islam secara benar, yaitu lima rukun islam dan solat lima waktu”.
·                    Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro
(biarpun licin, tetaplah memanjatnya, untuk pakaian mu)
“Walaupun dengan bersusah payah, walupun penuh rintangan, tetaplah ambil untuk membersihkan pakaian kita. Yang dimaksud pakaian adalah taqwa. Pakaian taqwa ini yang harus dibersihkan”.
·                    Dodosiro-dodosiro kumitir bedhah ing pinggir
(pakaianmu, pakaianmu, telah rusak dan robek)
“Pakaian taqwa kita sebagai manusia biasa pasti terkoyak dan berlubang di sana sini, “.
·                    Dondomono jlumatono kanggo ssebo mengko sore
(jahitlah, tisiklah, untuk menghadap (Gustimu) nanti sore
“maka yang jelek jelek kita singkirkan, kita tinggalkan, perbaiki, rajutlah hingga menjadi pakain yang indah ”sebaik-baik pakaian adalah pakaian taqwa“.ketika kita akan mati dan akan menemui Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu. Maka benahilah dan sempurnakanlah ke-Islamanmu agar kamu selamat pada hari pertanggungjawaban kelak.
·                    Mumpung padang rembulane,mumpung jembar kalangane
(selagi rembulan masih purnama, selagi tempat masih luas dan lapang)
“mengingatkan agar orang-orang Islam melaksanakan hal tersebut ketika pintu hidayah masih terbuka lebar, ketika kesempatan itu masih ada di depan mata, ketika usia masih menempel pada hayat kita.
·                    Yo surak o surak hiyo
(ya, bersoraklah, berteriaklah IYA)
“disaat nanti ada panggilan dari yang Maha Kuasa nanti, sepatutnya bagi mereka yang telah menjaga kehidupan beragamanya dengan baik untuk menjawabnya dengan gembira”.
2.      Menafsiri Simbol dengan Menghubungkan antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi.
v     Simbol dengan teks.
>>Lir-ilir, lir-ilir tandure wis sumilir
Agama islam telah datang
>> Tak ijo royo-royo, tak senggo penganten anyar
Sekarang agama islam telah tersebar ke berbagai penjuru, akan tetapi orang-orang menerima islam masih dalam tahapan awal, belum mendalam.
>> Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Para pemimpin hendaknya mengajari rakyatnya mengenai ajaran islam secara benar, tidak menambah-nambahi ajaran yang sebenarnya tidak dilakukan oleh nabi. Karena, rakyatmu masih awam terhadap islam.
>> Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro
Walaupun susah mengajarkannya, akn tetapi harus tetap mengajarkan ajaran islam kepada mereka.
>> Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dodot atau pakaian di ibaratkan seperti jiwa kita. Selama ini jiwa kita selalu kotor dengan perilaku kuta, ssebelum kita masuk Islam.
>> Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Maka, sekarang perbaikilah perilaku kita, salah satunya dengan menjalankan syariat islam.
>> Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane
Mumpung sekarang kita masih hidup, dan telah diberi petunjuk oleh Allah SWT


>> Yo surak o.. surak hiyo
Bersoraklah, jika kita telah menjalankan syariat islam dengan benar.
v     Simbol dengan konteks.
*Lir-ilir, lir-ilir tandure wis sumilir
Agama islam, di Indonesia telah tersebar dan meluas. Terbukti bahwa mayoritas penduduk islam adalah Islam.
*Tak ijo royo-royo, tak senggo penganten anyar
Akan tetapi, masih banyak masyarakat Indonesia, terutama jawa yang menjalankan ajaran agama islam tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
*Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Oleh karena itu pemimpin atau tokoh masyarakat supaya mengajarkan mereka dengan ajaran yang benar, tidak ditambah-tambaih. Seperti ziarah kubur, mengapa kita harus berdo’a dikuburan orang yang mungkin dianggap sebagai kekasih Allah, seperti Ziarah di Makam wali Songo. Karena seolah-olah kita mintanya kepada selain Allah. Jika ingin berdoa kenapa tidak pada waktu sholat, terlebih ketika waktu sholat tahajud. Bukankah pada saat itu adalah waktu yang baik untuk memohon kepada Allah. Menurut penulis, kita tidak perlu berdoa lewat orang-orang yang mungkin dipercaya sebagai kekasih Allah. Bukankah Allah itu selalu dimana-mana, malah bahkan pernah penulis dengar bahwa Allah berada pada urat nadi kita. Bukankah dengan hal itu terbukti bahwa Allah selalu di dekat kita, dan seperti yang kita tahu bahwa Allah itu Maha Mengetahui. Jadi apa yang kita inginkan sebenarnya Allah pun sudah tahu, meskipun kita tidak mengucapkannya.
*Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro
Memang susah membenahi orang yang sudah melakukan hal-hal yang penulis sebutkan diatas, apalagi hal tersebut telah melekat pada diri mereka. Akan tetapi, haruslah kita memperbaikinya, karena seperti yang ada dalam alquran, haruslah kita selalu untuk amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kebaikan, mencegah kemunkaran).
*Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Karena setiap manusia tak mungkin terlepas dari kesalahan.
*Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Oleh karena itu, setiap kesalahan haruslah diperbaiki, untuk bekal di akhirat nanti. Karean yang bias menolong kita diakhirat adalah amalan-amalan kita, termasuk juga ada hadis atau alquran, yang mengatakan (kalau tidak salah) bahwa hanya tiga yang tidak mungkin terputus pahalanya sodakoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak soleh yang mendoakan kedua orang tuanya. Ilmu yang kita pelajari ini, memang harus diamalkan, bagaikan pohon tidak berbuah jika ilmu yang kita dapatkan tidak di amalkan. Oleh karena itu, jika ada yang salah maka perbaikilah.
*Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane
Mumpung kita masih hidup di dunia ini
*Yo surak o.. surak hiyo
Jawablah iya untuk melakukan tugas ini.
v     Simbol dengan kontekstualisasi.
Semua smbol diatas merupakan gambaran tehadap masyarakat yang notabene masih melakukan ajaran/tradisi, yang sebenarnya bukan dari ajaran Islam, atau mungkin mencampur adukkan antara ajaran Islam dengan ajaran yang lainnya. Sebagai contoh, sedekah laut, yang dalam ritualnya sangat jauh sekali dari nilai-nilai keislaman, akan tetapi esensi dari sedekah laut memang ajaran islam. Seperti pada saat mengalirkan kepala kerbau di laut. Bukankah hal itu sangat jauh berbeda dengan ajaran islam.
D.           KESIMPULAN.
Lagu lir-ilir memang mempunyai makna yang berbeda, tergantung dari penafsirnya. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak tafsiran lagu lir-ilir yang tidak sama atau bahkan mendekati sama. Jika kita hayati lagu ini, memang berisi nasehat ataupun petuah yang sangat bijak sekali, dan benar-benar sangat erat kaitannya dengan agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Wachid B.S., Abdul. 2008. Gandrung Cinta: Tafsir terhadap Puisi Sufi A. Mustofa Bisri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://dnuxminds.wordpress.com/2007/05/18/tafsir-lir-ilir-tembang-syareat-para-wali-tanah-jawi/