♠ Posted by IMM Tarbiyah in kurikulum at 06.33
A. Pengertian Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum rekonstruksi social, merupakan model kurikulum yang lebih memusatkan perhatian pada problem-problem yang dihadapi dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri melainkan kegiatan bersama, kerjasama, dan interaksi, melalui interaksi dan kerjasama siswa berusaha memecahkan problem-problem yang dihadapi masyarakat.
Theodore Brameld, pada awal tahun 1950 menyampaikan gagasannya tentang re
konstruksi social. Dalam masyarakat demokratis, seluruh warga masyarakat harus turut serta dalam perkembangan dana dan perkembangan masyarakat. Untuk melaksanakan hal itu sekola mempunyai posisi yang cukup penting, karena dapat membantu bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan social.[1]
Pendukung kurikulum rekonstruksi social ini memberi komitmen yang tinggi pada ide social yang dibatasi oleh konsensus sosial. Percepatan kurikulum rekonstruksi sosial dapat terjadi ketika para orangtua dan masyarakat terlibat dalam mengajar dan berperan dalam pelayanan sosial dan kurikulum rekonstruksi sosial bertujuan untuk menghdapkan peserta didik pda berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan. Para pendukung kurikulum ini yakin bahwa permasalahan yang muncul tidka harus diperhatikan oleh pengetahuan sosial saja, tetapi oleh setiap disiplin ilmu.[2]
B. Ciri-ciri kurikulum rekonstruksi sosial
Dalam buku karangan Nana Syaodih (1997), ciri-ciri kurikulum rekonsturksi sosial meliputi :
a. Asumsi tujuan utama kurikulum rekontruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan yang dihadapi manusia.
b. Masalah-masalah sosial yang mendesak bahwa kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial yang mendesak
c. Pola-pola organisasi pada tingkat sekolah menengah, pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda, ditengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno[3]
C. Komponen-komponen kurikulum rekonstruksi sosial
Kurikulum rekontruksi sosial memiliki komponen-komponen yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi dan bentuknya berbeda-beda. Komponen-komponen rekonstruksi sosial meliputi :
a. Mengadakan survei secara kritis terhadap masyarakat
b. Mengadakan studi tentang hubungan antara keadaan ekonomi lokal dan nasional serta dunia
c. Mengkaji praktik politik dalam hubungannya dengan faktor ekonomi
d. Memantapkan rencana perubahan praktik politik
e. Mengevaluasi semua rencana dengan kriteria, apakah telah memenuhi kepentingan sebagian besar orang.
D. Metode
Dalam pengajaran rekontruksi sosial para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Guru-guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya.
E. Evaluasi
Dalam kegiatan evaluasi para siswa juga dilibatkan. Keterlibatan mereka terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Evaluasi tidak hanya menilai apa yang telah dikuasai siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat.[4]
F. Pelaksanaan pengajaran rekontruksi sosial
Pengajaran rekontruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangkan potensi tersebut. Didaerah pertanian umpamanya sekolah mengembangkan bidang pertanian dan peternakan, didaerah industri mengembangkan bidang-bidang industri.
Salah satu badan yang banyak mengembangkan baik teori maupun praktek pengajaran rekonstruksi sosial adalah Paulo Freire. Mereka benyak membantu pengembangan daerah-daerah di Amerika Latin. Untuk memerangi kebodohan dan keterbelakangan mereka menggalakan gerakan budaya akal budi (conscientization). Conscientization merupakan suatu proses pendidikan atau pengajaran dimana siswa tidak diberlakukan sebagai penerima tetapi sebagai pelajar yang aktif. Mereka berusaha membuka diri, memperluas kesadaran tentang realitas sosial budaya dan dengan segala kemampuannya berupaya mengubah dan meningkatkannya.[5]
Paulo Freire sebagai seorang anggota Dinas Pendidikan Sao Paulo, Brazil dan sekaligus aktifis partai kiri mempunyai pandangan sendiri dalam bidang pendidikan. Bahwasannya dia membagi kesadaran dalam tiga tahap, kesadaran tersebut adalah bagian dari masyarakat pada masa itu yang mempunyai pengaruh penting dalam kehidupan. Kesadaran tersebut adalah kesadaran magis, kesadaran naif, dan kesadaran kritis.
Yang pertama adalah kesadaran magis. Kesadaran ini merupakan kesadaran tahap pertama, dimana segala sesuatu yang terjadi pada realitas hidup ini adalah sesuatu hal dari yang ghaib dan tidak bisa masuk akal. Dimana masyarakat masih percaya pada pemikiran tradisional dengan mengkultuskan seorang atau benda-benda tertentu. Contohnya jika pada masyarakat terjadi kemiskinan, maka pada taraf ini masyarakat masih berpikir kalau kemiskinan adalah takdir Tuhan yang harus diterima begitu saja.
Yang kedua adalah kesadaran naif. Kesadaran ini menurut Paulo Freire adalah kesadaran yang berada ditengah-tengah. Karena pada taraf ini masyarakat sudah beranjak pada realitas yang nyata dan menanggalkan magis dalam hidupnya namun belum mampu menggapai realitas nyata tersebut. Dari contoh kemiskinan diatas misalnya, masyarakat sudah mengetahui mereka miskin karena konstelasi politik yang kurang etis, namun masyarakat masih tetap diam saja tidak melakukan hal untuk mengentaskan kemiskinan tersebut.
Kesadaran kritis adalah taraf kesadaran yang terakhir. Dan ini merupakan kesadaran yang dikatakan dapat membawa masyarakat kedalam kehidupan yang sejahtera, artinya kesadaran kritis adalah kesadaran yang berasal dari realitas yang ada dengan pemaknaan yang masuk akal dan dapat merubah keadaan. Jika konstelasi politik yang kurang etis suatu masyarakat menjadikannya miskin, maka kesadaran kritis ini berperan untuk merubahnya menjadikan politik yang dirasa cocok dengan masyarakat tersebut.
Sekolah berusaha memberikan penerangan dan melatih kemampuan untuk melihat dan mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi. Dengan gerakan Contscientization mereka membantu masyarakat memahami fakta-fakta dan masalah-masalah yang dihadapi dalam konteks kondisi masyarakat mereka. Pandangan rekonstruksi sosial berkembang karena keyakinannya pada kemampuan manusia untuk membangun dunia yang lebih baik, juga penekannya tentang peranan ilmu dalam memecahkan masalah-masalah sosial.
[1] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010) hlm. 91
[2] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung : Remaja Rosdiakarya, 2008) hlm. 146
[3] Nana Syaodih, ________ hlm. 92
[4] Ibid, hlm 93
[5] http:/apadefinisinya.blogspot.com/2008/11/model-konsep-kurikulum.html